Jumat, 15 April 2011

ASURANSI JIWA DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH


ASURANSI JIWA DALAM PERSPEKTIF USUL FIQIH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ahir dari Mata Kuliah Usul Fiqih
Dosen pembimbing:
Drs. Moh. Kharisudin Cholil, M.Ag

S1/ SMT II A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuransi merupakan suatu operasi kerjasama modern yang belum ada dan belum dikenal oleh para imam yang terdahulu. Ahli fiqih islam yang pertama berbicara tentang asuransi yaitu Muhammad amin bin Umar yang dikenal dengan sebutan Ibnu Abidin addmsyqi dari madzhab hanafi.
Pandangan dari para ahli fiqih menyebutkan bahwa asuransi itu hukumnya halal (boleh) atau tidak haram. Dengan alasan diqiyaskan pada sistem jaminan, sifatnya sosial dan tolong-menolong serta asas maslahat dan manfaat dari kedua belah pihak yaitu bagi pihak yang mempertanggungkan maupun bagi pihak yang menanggung (asurator). Namun banyak juga diantara mereka yang mengharamkannya, dengan alasan kebodohan terhadap syari’at serta mengandung penipuan. Dengan demikian dalam makalah ini akan membahas tentang asuransi dalam perspektif usul fiqih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asuransi?
2. Bagaimana hukum asuransi?
3. Apa tujuan asuransi?
4. Bagaimana Sikap ideal seorang muslim terhadap masalah khilafiyah seperti masalah asuransi jiwa?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian asuransi.
2. Untuk mengetahui hukum asuransi.
3. Untuk mengetahui tujuan asuransi.
4. Untuk mengetahui sikap ideal seorang muslim terhadap masalah khilafiyah seperti masalah asuransi jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi
Menurut psal 246 Wetbock Van koophandel (kitab undang-undang perniagaan) bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk memerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Asuransi pada umumnya termasuk asuransi jiwa menurut pandangan islam adalah termasuk masalah ijthadiyah, artinya masalah yang perlu dikaji hukum agamanya berhubungan tidak adanya penjelasan hukumnya didalam Al Qur’an dan hadits secara emplisit.

B. Hukum Asuransi
Mengkaji hukum asuransi menurut syar’iat islam sudah tentu dilkukan dengan menggunakan metode-metode ijtihad yang lazim digunakan oleh para ulama Ijtihad dahulu. Dan diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan didalam meng-istimbath-kan hukum tehadap masalah-masalah baru yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits adalah maslahah mursalah atau istilah dan qiyas, untuk dapat memakai maslahah mursalah dan qiyas sebagai landasan hukum (dalil syar’i) harus memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya maslahah mursalah baru bisa dipakai sebagai landasan hukum jika:
1. Kemaslahatannya benar-benar nyata, tidak hanya asumtif atau hipotesis saja.
2. Kemaslahatannya harus bersifat umum, tidak hanya untuk kepentingan atau kebaikan perorangan.
3. Tidak bertentangan dengan nash Al Qur’an dan Hadits.
Demikian pula pemakaian qiyas sebagai landasan hukum harus memenuhi syarat dan rukunnya. Diataranya yang paling penting adalah adanya persamaan illat hukumnya (motif hukum). Antara masalah baru yang sedang dicari hukumnya dengan masalah pokok yang sudah ditetapkan hukumnya.
Dikalangan ulama cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
2. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini.
3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
4. Menganggap shubhat.
Alasan-alasan mereka yang mengharamkan asuransi antara lain:
1. Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi.
2. Mendukung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
3. Mengandung unsur riba.
4. Asuransi termasuk akad syarti, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang dengan tidak tunai.
5. Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan yang Maha Kuasa.
Alasan-alsan mereka yang membolehkan asuransi jiwa antara lain:
1. Tidak ada nash Al Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi.
2. Ada kesepakatan atau kerelaan dari kedua belah pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerjasama antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing atau (PLS).
5. Asuransi termasuk koperasi.
Alasan membolehkan asuransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat yang pertama.
Adapun alasan yang menganggap asuransi shubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum asuransi dikategorikan shubhat, maka konsekuensinya adalah kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat (emergency), hajat atau kebutuhan.

C. Tujuan Asuransi
Tujuan asuransi antara lain:
1. Memberikan perlindungan terhadap diri seseorang atau keluarga dari ancaman hidup yang serius.
2. Merupakan salah satu jalan menuju hidup sejahtera lahir dan batin.
3. Menjamin atau menanggung kerugian orang yang mempertanggungkan apabila terjadi bahaya atau kecelakaan yang mungkin menimpa dirinya dan atau hartanya, misalnya kebakaran, kerusakan, kematian dan lain-lain.
Suatu pertanggungan (asuransi) harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan “Polis”. Setiap polis, kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa harus menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1. Hari ditutupnya pertanggungan.
2. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau tanggungan orang ketiga.
3. Dalam jumlah uang tanggungan untuk barang yang dipertanggungkan.
4. Semua keadaan yang sekiranya penting bagi penanggung untuk diketahuinya. Dan segala syarat yang diperjanjikan antara kedua belah pihak.

D. Sikap Ideal Seorang Muslim Terhadap Masalah Khilafiyah Seperti Masalah Asuransi Jiwa
Masalah khilafiyah ada pro dan kontra tentang asuransi. Seorang muslim harus bijaksana menghadapi masalah khilafiyah seperti masalah asuransi. Ia harus memilih salah satu dari pendapat-pendapat ulama tersebut diatas yang dipandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilihnya itu ringan ataupun berat untuk dilaksanakan bagi dia sendiri. Ia harus meninggalkan pendapat yang dipandang masih meragukan. Namun ia harus bersikap toleran terhadap sesama muslim yang berbeda pendapatnya. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi dari Ibnu Umar
اختلاف امتى رحمة
Artinya” Perbedaan umatku itu rahmat”
Yang dimaksud dengan perbedaan umat menjadi rahmat adalah perbedaan pendapat dalam masalah-masalah agama yang bersifat furu’iyah (cabang), bukn masalah ushuliyah (pokok-pokok ajaran islam).
Pendapat kedua yang membolehkan semua asuransi didalam prakteknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa, selain alasan-alasan yang telah dikemukakan diatas, dapat diperkuat dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Sesuai dengan kaidah hukum islam
الاصل فى العقود الاباحة حتى يدل الدليل على تحريمها

Pada prinsipnya, pada akad-akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya. Bahkan terdapat ayat dan hadits yang memberikan isyarat atau indikasi kehalalan asuransi jiwa, yakni Al Qur’an surat Annisa: 8 dan hadits Nabi riwayat Al Bukhori dan Muslim. Dari Said bin Abu Waqos

انك ان تذر ورثتك اغنياء خير من ان تذرهم عالة يتعففون الناس
Artinya” Sesungguhnya lebih baik bagimu meninnggalkan ahli warismu, dalam keadaan kecukupan dan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak.
2. Sesuai dengan tujuan pokok hukum islam:
Untuk menarik atau mencari kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau kerugian.
لجلب المصلحة ودفع المفسدة
3. Sesuai dengan kaidah hukum islam.
اذاتعارض ضران فضل اخفهما
4. Asuransi tidak sama dengan judi (gambling) karena asuransi bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial dan membawa maslahah bagi keluarga, sedangkan judi justru menciptakan resiko, tidak sosial dan bisa membawa malapetaka bagi yang terkait dan keluaraga.
5. Asuransi sudah diperhitungkan secara mamematik untung dan ruginya, bagi perusahaan asuransi dan bagi para pemegang polisnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara mutlak (berdasarkan ilmu akultuariya).
6. Sesuai dengan asas dan prinsip hukum islam: meniadakan kesempitan dan kesukaran dan hidup bergotong-royong, namun mengingat kenyataan masih adanya berbagai dengan asuransi jiwa dikalangan ulama cendekiawan muslim, maka sesuai dengan kaidah hukum islam.
الخروج من الخلاف مستحب
Keluar atau menghindari dari perbedaan pendapat itu disunnahkan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut psal 246 Wetbock Van koophandel (kitab undang-undang perniagaan) bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk memerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian.
2. Dikalangan ulama cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
a. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
b. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini.
c. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
d. Menganggap shubhat.
3. Tujuan asuransi antara lain:
a. Memberikan perlindungan terhadap diri seseorang atau keluarga dari ancaman hidup yang serius.
b. Merupakan salah satu jalan menuju hidup sejahtera lahir dan batin.
c. Menjamin atau menanggung kerugian orang yang mempertanggungkan apabila terjadi bahaya atau kecelakaan yang mungkin menimpa dirinya dan atau hartanya.
4. Masalah khilafiyah ada pro dan kontra tentang asuransi. Seorang muslim harus bijaksana menghadapi masalah khilafiyah seperti masalah asuransi. Ia harus memilih salah satu dari pendapat-pendapat ulama tersebut diatas yang dipandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilihnya itu ringan ataupun berat untuk dilaksanakan bagi dia sendiri.
DAFTAR PUSTAKA


Zuhdi Masjfuk.1997.Masail Fiqiyah.Jakarta:PT Toko Gunung Agung
Rahim Husni.1996.Fiqih.Jakarta
Rasjid, Sulaiman.2003.Fiqih islam.Bandung: Sinar Baru Algesindo

1 komentar: