Jumat, 15 April 2011

ISTIMBATH HUKUM KOPERASI DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH


ISTIMBATH HUKUM KOPERASI DALAM PERSPEKTIF USUL FIQIH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ahir dari Mata Kuliah Usul Fiqih

Dosen pembimbing:
Drs. Moh. Kharisudin Kholil, M.Ag


S1/ SMT II A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diantara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang, salah satu diantaranya adalah koperasi. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan dan tata caranya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari koperasi?
2. Apa syarat pendirian koperasi dan bagaimana bentuk kerjasama yang ada dalam koperasi?
3. Apasaja bentuk-bentuk koperasi?
4. Apa perincian dan manfaat koperasi?
5. Bagaimana istimbath hukum terhadap koperasi?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari koperasi.
2. Untuk mengetahui syarat pendirian koperasi dan bentuk kerjasama yang ada dalam koperasi.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk koperasi.
4. Untuk mengetahui perincian dan manfaat koperasi.
5. Untuk mengetahui istimbath hukum dalam koperasi.


BAB II
PEMBAHASAN

HUKUM KOPERASI DALAM PERSPEKTIF USUL FIQH

A. Pengertian Koperasi
Dari segi etimologi kata koperasi berasal bahasa Inggris yaitu Cooperation yang artinya bekerjasama. Sedangkan dari segi epistimologi, koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyah (persekutuan tolong menolong) yaitu sutau perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan usaha atas dasar profit Sharing (membagi untung) menurut perjanjian. Dalam koperasi ini terdapat unsur mudharobah karena satu pihak memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas modal tersebut.
Mahmud Syaltut berpendapat bahwa didalam syirkah ta’awuniyah tidak mengandung unsur mudharabah yang dirumuskan para fuqoha. Sebab syirkah ta’awuniyah modal usahanya adalah dari sejumlah anggota pemegang saham, dan usaha koperasi itu dikelola oleh pengurus dan karyawan yang dibayar oleh koperasi menurut kedudukan dan fungsinya masing-masing. Kalau pemegang saham turut mengelola usaha koperasi, maka ia nerhak mendapat gaji sesuai dengan sistem penggajian yang berlaku.
Dari pengertian koperasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mendasari gagasan koperasinya adalah kerjasama, gotong royong dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Landasan hukumnya yaitu:
Al Qur’an
“Maka mereka berserikat pada sepertiga (Qs. Annisa (4):12)
Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh (Qs.Shaad:24)
Al Hadits
Dari abu Hurairah, rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya”.

B. Syarat Pendirian Koperasi Dan Bentuk Kerjasama Dalam Koperasi
1. Syarat Pendirian Koperasi
Koperasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, maka koperasi merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam usaha, yang dapat didirikan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan notaris
b. Disahkan oleh pemerintah
c. Didaftarkan di pengadilan Negeri
d. Diumumkan dalam berita Negara
Selama belum dilakukan pengumuman dan pendaftaran itu, pengurus koperasi bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan atas nama koperasi itu. Pimpinan koperasi adalah wakil koperasi didalam dan diluar pengadilan.
2. Bentuk Kerjasama dalam Koperasi
Adapun kerjasama dalam koperasi diantaranya:
a. Untuk menyelenggarakan koperasi diperlukan modal, misalnya untuk membeli barang-barang konsumsi yang akan dijual, perlengkapan warung koperasi, ongkos angkutan barang dan lain sebagainya. Menurut aturan koperasi modal harus diusahakan sendiri oleh seluruh anggotanya, artinya semua anggota tersebut dikenakan iuran wajib yang sama, dan cara pemungutannya melalui kesepakatan bersama.
b. Bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal dan keahlian, tetapi tidak mempunyai waktu, sebaliknya ada orang yang mempunyai banyak waktu tetapi tidak memiliki modal.
Dengan demikian, apabila ada kerjasama dalam menggerakan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan modal dan skill (kemampuan) dipadukan menjadi satu. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal. Hal ini dapat dipahami bahwa yang rugi tidak hanya pemilik modal saja, tetapi juga pekerja (pelaksana) yaitu rugi pikiran dan tenaga.
Akad mudharabah dibenarkan dalam islam, karena bertujuan selain membantu antara pemilik modal dan orang yang memutarkan uang. Sebagai landasannya adalah firman Allah SWT:
.....َِِواَخَرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله ......(المزمل:20)

…..dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah (Al Muzammil: 20)
Firman Allah SWT:
ليس عليكم جناح ان تبتغوا فضلا من ربكم........(البقرة :198)
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil perniagaan) dari tuhanmu (Al Baqoroh:198)
Karena ayat tersebut secara umum membolehkan mudharabah. Disamping itu ada alasan lain yang digunakan oleh para ulama, yaitu kasus mudharabah yang dilakukan olah abbas bin abd Muthalib dan Rasulullah pun mengakui akad tersebut.
Sistem mudharabah sudah berlaku sebelum islam datang, seperti sitem mudharabah yang dilakukan oleh Khatijah binti Khuwailid dan Rasulullah dengan orang yahudi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerjasama dalam bentuk patungan dapat dibenarkan asal memperhatikan ketentuan-ketentuan sistem mudharabah.

C. Bentuk-Bentuk Koperasi
Koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bidang usahanya dan yang kedua dipandang dari segi tujuannya.
Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Koperasi Yang Berusaha Tunggal (single purpose)
Yaitu koperasi yang hanya menjalankan satu bidang usaha, seperti koperasi yang hanya berusaha dalam bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi.
2. Koperasi Serba Usaha
Yaitu koperasi yang berusaha dalam berbagai bidang, seperti koperasi yang melakukan pembelian dan penjualan.
Dari segi tujuannya, koperasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Koperasi Produksi
Yaitu koperasi yang mengurus pembuatan barang-barang yang bahan-bahannya dihasilkan oleh anggota koperasi.
2. Koperasi Konsumsi
Yaitu koperasi yang mengurus pembelian barang-barang guna memenuhi kebutuhan anggotanya.


3. Koperasi Kredit
Yaitu koperasi yang memberikan pertolongan kepada angota-anggotanya yang membutuhkan modal.

D. Koperasi Menurut Mahmud Syaltut
Menurut Syaltut, koperasi adalah persekutuan baru yang belum dikenal atau belum dijelaskan oleh fuqoha terdahulu yang membagi syirkah menjadi empat macam, yaitu:
1. Syirkan Abdan
Yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha yang hasilnya dibagi menurut perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya, Syirkah abdan menurut abu Hanifah dan malik boleh, sedangkan Syafi’I melarangnya.
2. Syirkah Mufawadhah
Yaitu suatu persekutuan antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan modal uang atau jasa dengan syarat modalnya sama dan masing-masing berhak bertindak atas nama syirkah. Syirkah muwafadah boleh menurut Abu Hanifah dan menurut yang lainnnya tidak boleh.
3. Syirkah Wujuh
Yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tanpa modal uang tetapi hanya berdasarkan saling mempercayai. Keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Imam hanifah dan Hambali membolehkan syirkah wujuh, sedangkan imam syafi’I melarangnya, sebab menurut beliau syirkah hanya boleh dengan uang atau dengan pekerjaan.
4. Syrkah Inan
Yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dalam penanaman modal untuk melakukan suatu usaha atas dasar pembagian untung dan rugi sesuai dengan jumlah modalnya masing-masing. Syirkah inan disepakati oleh para ulama boleh dilakukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa koperasi menurut Ahmad Syaltut adalah suatu syirkah baru yang ditemukan para ulama yang mempunyai manfaat diantaranya:
1. Memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham.
2. Membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya.
3. Memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan tempat (sarana) ibadah, sekolah dan lain sebagainya.
Mengingat manfaatnya, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam koperasi tidak ada unsur kedhaliman dan pemerasan, pengelolanya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

E. Istimbath Hukum Terhadap Koperasi
Mengenal status hukum berkoperasi bagi umat islam disandarkan pada kenyataan, bahwa koperasi merupakan lembaga ekonomi yang dibangun oleh pemikiran barat, lepasa dari ajaran dan kultur islam. Artinya bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak menyebutkan dan tidak pula dilakukan orang pada zaman nabi.
Asnawi Hasan memberikan hukum wajib setelah melihat ada kesesuaian diantaranya pada bidang etis.
Khalid Abdurrahman Ahmad, penulis buku al-Tafkir Al-Iqtishadi fi Al-Islam (pemikir-pemikir ekonomi islam) berbeda pendapat dengan Asnawi Hasan, ia berpendapat bahwa haram berkoperasi bagi umat islam, ia juga mengharamkan harta yang diperoleh dari koperasi. Argumentasinya dalam mengharamkan koperasi ialah:
1. Disebabkan karena prinsip-prinsip keorganisasian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan syari’ah. Diantaranya yang dipersoalkan adalah persyaratan anggota yang harus terdiri dari satu jenis golongan saja yang dianggap akan membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif.
2. Mengenai ketentuan-ketentuan pembagian keuntungan yang dilihat dari segi pembelian atau penjualan di koperasi. Cara tersebut dianggap menyimpang dari ajaran islam, karena menurut bentuk kerjasama dalah islam hanya mengenal pembagian keuntungan atas dasar modal, atas jerih payah atau atas dasar keduanya.
3. Didasarkan pada penilaiannya mengenai tujuan utama pembentukan koperasi dengan persyaratan anggota dari golongan ekonomi lemah yang dianggapnya hanya bermaksud untuk menentramkan mereka dan membatasi keinginannya serta untuk mempermainkan mereka dengan ucapan-ucapan atau teori-teori yang utopi (angan-angan/khayalan).
Di indonesia, pendapat hukum wajib berkoperasi bagi umat islam juga belum diterima, argumentasinya yaitu:
1. Konsultasi mengakui ada tiga bangun usaha, jadi koperasi memang salah satu bangun usaha selain swasta dan bumn sekalipun terdapat arah koperasi dijadikan soko guru perekonomian nasional.
2. Sumber-sumber ekonomi bagi umat islam terbentang luas. Umat islam dapat mencari nafkah diluar keterkaitannya dengan badan-badan usaha, misalnya melalui berkoperasi atau menjual jasa.
3. Sejak semula koperasi memerlukan kesukarelaan.
4. Secara kelembagaan koperasi masih terbatas jangkauannya sehingga belum selalu mudah bagi rakyat umunya untuk berkoperasi..
Hukum islam mengizinkan kepentingan masyarakat atau kesejahteraan bersama melalui prinsip istislah atau al-maslahah. Ini berarti bahwa ekonomi islam harus memberi prioritas pada ke sejahteraan bersama merupakan kepentingan masyarakat, dengan menyoroti fungsi koperasi diantaranya:
1. Sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
2. Sebagai alat pendemokrasian ekonomi sosial, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi yang disisihkan untuk tujuan-tujuan sosial.
Dengan pendekatan kaidah istislah dan istihsan diatas, telah dapat diterangkan dukungan islam terhadap koperasi. Hal ini desebutkan banyak segi-segi falsafah, etis dan manajerial yang menunjukan keselarasan, kesesuaian dan kebaikan koperasi. Hasil istimbath ini tidak sampai kepada wajib sebagaimana dikemukakan olah Khalid Abdurrahman Ahmad.
Hukum berkoperasi dikembalikan pada sifat koperasi sebagai praktek muamalah, dengan demikian dapat ditetapkan hukum koperasi adalah mubah yang berarti di bolehkan. Hasil istimbath ini secara metodologis telah digunakan pendekatan ijtihad, mengingat beberapa hal.
1. Tidak dapat ditetapkan hukum koperasi dalam nash, karena ayat-ayat Al Qr’an dan hadits tidak memberikan ketentuan secara definitif (Qath’i) terhadap apa yang disebut koperasi.
2. Tidak dapat ditetapkan hukum koperasi atas dasar qiyas (analog), mengingat nash tidak juga memberi petunjuk cara-cara umat islam bertusaha melalui bentuk-bentuk usaha yang semisal atau sejenis, yang dapat dijadikan sandaran deduktif dalam istimbath terhadap koperasi.
Jadi penggunaan metode qiyas sebagai usaha ijtihad disini tidak dapat dilakukan. Kedua pendekatan ini sama-sama bersifat deduktif.
Oleh karena itu hukum koperasi harus dicari atas dasar ijtihad dengan pendekatan induktif. Hal ini dapat dipahami melalui banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadits yang bersifat juz’iyat (parsial), baik yang bersifat filosofis, etis dan petunjuk-petunjuk praktis dalam bertingkah laku sehari-hari Yang dapat mendasari segi-segi yang luas dari koperasi. Juga terdapat tardisi pada zaman sahabat yang memberi gambaran ada kesesuaian dengan prinsip-prinsip koperasi.
Secara keseluruhan, memberikan pengertian bahwa koperasi merupakan bentuk usaha yang islamis. Induksi ini juga direkomendir oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar metode penetapan hokum al-Maslahah atau istislah dan istihsan, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Dari keterangan diatas, disimpulkan bahwa penetapan hukum koperasi sebagai hal yang mubah, pada khusunya melihat koperasi sebagai praktek muamalah, yang mengatur hubungan-hubungan kemasyarakatan, adalah mubah atau dibolehkan selain hal-hal yang secara tegas dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2:

وتعا ونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان (المئدة: 2)
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolonng menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas dapat dipahami bahwa menolong dalam kebajikan dan dalam ketakwaan dianjurkan oleh Allah. Koperasi merupakan salah satu bentuk tolong menolong, kerjasama dan saling menutupi kebutuhan. Dan itu adalah salah satu wasilah untuk mencapai ketakwaan yang sempurna (haqa tuqatih).
Adapun salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Ahmad dari Anas Bin Malik r.a berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda:

اانصر اخاك ظالما اومظلوما قيل يارسول الله هذا نصرته مظلوما فكيف انصره اذا كان ظالما, قال تحجروه وتمنعوه من الظلم فذالك نصره
“Tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang aniaya dan yang dianiaya, sahabat bertanya: Ya Rasulullah aku dapat menolong orang yang dianiaya, tapi bagaimana menolong yang menganiaya? Rasul menjawab: Kamu tahan dan mencegahnya dari menganiaya itulah arti menolong daripadanya”.
Hadits tersebut dapat dipahami lebih luas, yaitu umay islam dianjurkan untuk menolong orang-orang yang ekonominnya lemah (miskin) dengan cara berkoperasi dan menolong orang-orang kaya jangan sampai menghisap darah orang-orang miskin, seperti dengan cara memainkan harga, menimbun barang, membungakan uang dan cara yang lainnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
2. Syarat-syarat berdirinya koperasi adalah dilakukan dengan notaris, disahkan oleh pemerintah, didaftarkan di pengadilan Negeri dan diumumkan dalam berita negara.
3. Bentuk Kerjasama dalam Koperasi diantaranya adalah untuk menyelenggarakan koperasi diperlukan modal dan Bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong.
4. Koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bidang usahanya dan yang kedua dipandang dari segi tujuannya. Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: koperasi yang berusaha tunggal dan koperasi serba usaha sedangkan dari segi tujuannya, koperasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi dan Koperasi Kredit.
5.


DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali. 2003. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
________________2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Cetakan 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zuhdi, Masyfuk. 1998. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji Masagung.
Ali, Daud. 2002. Hukum Islam Dan Peradilan Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

1 komentar: