Jumat, 15 April 2011

QAWAIDUL FIQH KAIDAH KE 13 - 18


MAKALAH
KAIDAH KULLIYAH KETIGA BELAS SAMPAI KEDELAPAN BELAS
Disusun untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Qowaidul Fiqih
Dosen Pembimbing:
Drs. H.Abdul Qodir.M.Pd.I
S1/ SMT III A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berkehidupan sehari-hari tentunya banyak terdapat norma-norma atau hukum-hukum agar tercipta kehidupan yang nyaman, tentram serta sejahtera. Hukum itu dapat diambil dari Al Qur.an, Al Hadits Ijma. Ataupun qiyas atau hokum dapat disandarakan pada dari Al Qur.an, AL Hadits ijma, Ataupun qiyas. makalah ini akan dibahas kaidah kulliyah yang ke dua puluh delapan sampai dengan tiga puluh satu.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan dapat memberikan tambahan ilmu bagi para pembaca pada umunya dan bagi penulis khususnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke tiga belas?
2. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke empat belas?
3. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke lima belas?
4. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke enam belas?
5. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke tujuh belas?
6. Apa makna yang terkadung dalam kaidah ke delapan belas?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke tiga belas.
2. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke empat belas.
3. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke lima belas.
4. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke enam belas.
5. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke tujuh belas.
6. Untuk mengetahui makna yang terkadung dalam kaidah ke delapan belas..

BAB II
PEMBAHASAN

Kaidah Kulliyah Ke Tiga Belas Sampai Ke Delapan Belas

1. Kaidah ke tiga belas
الدفع اقوى من الرفع
Artinya: Menolak itu lebih kuat daripada menghilangkan
Contoh:
Seorang lelaki muslim berniat hendak kawin dengan perempuan Kristen. perbedaan ini, ketika itu bisa membatalkan/menolak sahnya pernikahan.
Tetapi jika ada lelaki dan perempuan sama-sama islam dan telah terikat sebagai suami isteri, kemudian pada suatu saat si isteri pindah agama, maka pernikahan keduanya tidak bisa seketika menjadi batal, melainkan masih harus menunggu sampai habisnya masa ‘iddah.
2. Kaidah ke empat belas
الرخص لا تناط بالمعاص
Artinya: Kemurahan itu tidak dapat dihubungkan dengan maksiyat
Contoh:
Shalat qashar, jamak dan berbuka puasa kesemuanya itu merupakan keringanan bagi orang yang bepergian jauh. Tetapi jika sejak semula, kepergiannya itu dengan niat tidak baik, maka rukhsoh itu tidak berlaku baginya.
3. Kaidah ke lima belas
الرخص لا تناط بالشك
Artinya: Kemurahan itu tidak bisa dihubungkan/digantungkan dengan keraguan
Contoh:
Seorang mengunjungi temannya disebuah kota yang jaraknya tidak begitu jauh namun ternyata rumah temannya itu tidak berada persis didalam kota, tetapi masih terus menempuh perjalanan (masuk ke pedalaman lagi). Orang tersebut menjadi sanksi, adakah jarak antara tempat tinggalnya dengan kota tujuan semula ditambah jarak antara kota itu dengan letak rumah temannya, sudah mencapai batas diperkenankannya jama’ qhasar ataukah belum?
Karena adanya keraguan ini, maka tidak boleh melakukan jama’ qashar.
4. Kaidah ke enam belas
الرضا بالشئ رضا بما يتولد منه
Artinya: Ridla terhadap sesuatu berarti ridla terhadap apa yang timbul daripadanya.
Contoh:
Orang yang sedang melakukan puasa tidak dilarang berkumur di siang hari, karenanya kalau sebagian air kumur itu ada yang tertelan, puasa orang tersebut tidak menjadi batal



5. Kaidah ke tujuh belas
السؤال معاد في الجواب
Artinya: Pertanyaan itu diulang dalam jawaban
Contoh:
Seorang bertanya : Hei mas! Adakah isterimu kau ceraikan? Lalu ia mendapatkan jawaban: Ya. Jawaban ya, ini sama dengan: Ya, isteriku saya ceraikan, sebab pertanyaan itu diulang dalam jawaban.
6. Kaidah ke delapan belas
لا ينسب الى ساكت قول
Artinya: Yang diam tidak bisa dianggap bicara
Ada ulama yang menyusun kitab khusus mengenai kaidah ini, sedangkan kalimat kaidah seperti tersebut diatas, adalah ibarat yang orisinil dari Imam Syafi’i.
Diantara masalahnya ialah: seorang janda diberitahu oleh walinya, bahwa ia akan dikawinkan dengan seorang laki-laki. Kalau janda itu diam saja, tidak bisa ia dianggap mengucapkan Ya.


BAB III
Penutup

Kesimpulan
1. Kaidah kulliyah ke tiga belas berbunyi menolak itu lebih kuat daripada menghilangkan
2. Kaidah kulliyah ke empat belas berbunyi kemurahan itu tidak dapat dihubungkan dengan maksiyat.
3. Kaidah kulliyah ke lima belas berbunyi kemurahan itu tidak bisa dihubungkan/digantungkan dengan keraguan.
4. Kaidah kulliyah ke enam belas berbunyi ridla terhadap sesuatu berarti ridla terhadap apa yang timbul daripadanya.
5. Kaidah kulliyah ke tujuh belas berbunyi pertanyaan itu diulang dalam jawaban.
6. Kaidah kulliyah ke delapan belas berbunyi Yang diam tidak bisa dianggap bicara.

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Adib Bisri.1997.Terjemah Al Faraidul Bahiyyah.Rembang. Menara Kudus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar