Jumat, 15 April 2011

PENDIDIKAN BERBASIS TEKANAN


PENDIDIKAN BEBASIS TEKANAN



“Pendidikan”, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi dan mendarah daging dalam setiap sendi kehidupan. Sebuah upaya sadar yang dilakukan untuk mencapai kedewasaan berdasarkan perkembangan yang ada pada siswa/murid (mohon maaf bila tidak menulis dengan kata peserta didik, sebab kata tersebut lebih condong ke arah pasif atau menjadi objek, bukan subjek). Setiap elemen yang ada berupaya memperbaiki dan menyempurnakan pendidikan yang ada, lebih baik dan lebih baik lagi.
Pendidikan berbasis tekanan? Apa maksudnya?
Yah.. pendidikan yang lebih banyak porsinya untuk MENEKAN siswa menguasai ini dan itu, mencapai ini dan itu, meraih ini dan itu. Bagaimana tidak? Setiap langkah dalam pendidikan telah diatur dan diundang-undangkan. Mulai dari kurikulum, standar pendidikan, standar kelulusan, bahkan hingga proses pembelajaran serta penilaian yang akan dilakukan oleh seorang guru –yang dalam hal ini lebih mengutamakan subjektifitas- juga diatur sedemikian rupa. Padahal sang guru lah yang tahu bagaimana tabiat dan kemampuan para muridnya, bagaimana keseharian mereka, sehingga ada taste dan other side yang tidak melulu dapat diundang-undangkan.
Para siswa tentunya bukanlah mesin yang selalu bisa dikalkulasikan dalam pencapaian masing-masing kemampuannya (baca:kompetensinya). Adanya patokan-patokan nilai dan target yang diciptakan telah membentuk pribadi-pribadi yang pragmatis, apalagi kalau bukan memburu nilai. Diakui atau tidak, meski diciptakan animo nilai bukan hal yang utama, namun tidak akan ada siswa yang berani bila nilainya kosong atau jeblok, kalaupun seolah-olah membiarkan nilainya jatuh bukan berarti berani dengan hal itu, namun lebih kepada sikap menenangkan diri sendiri.
Manusia diciptakan dengan potensi dan bakat yang beragam. Hal ini tidak dapat digeneralisasikan menjadi sesuatu yang HARUS SAMA antara yang satu dengan yang lain. Fenomena-fenomena yang terjadi agaknya menjadi fakta yang tak dapat dibantah lagi dengan konsep setinggi langit sekalipun, sebab fakta tetaplah fakta.
Masih teringat jelas bagaimana pelaksanaan Ujian Nasional tahun-tahun yang telah lewat. Bagaimana setiap pihak kompak untuk mencetak gol ke satu gawang, yakni lulus 100%. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari cara yang benar sampai cara yang tenar. Sudah bukan rahasia lagi bila terjadi kong kalikong agar terciptanya gol tadi. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pendidikan yang berbasis tekanan.
Seorang murid yang nilai matematikanya jeblok, belum tentu nilai bahasanya jelek, malah nilai keseniannya baik sekali. Ini merupakan fakta bahwa manusia bukanlah mesin yang dijadwal mengerjakan ini dan itu pada waktu ini dan itu untuk mencapai target ini dan itu pula. Apakah dengan nilai yang telah diperoleh itu menjamin kualitas dari keilmuan dan kemampuan yang memiliki nilai tersebut?? Jawabannya TIDAK, hari gini nilai bisa dibeli, nilai bisa dikarang, nilai bisa dicuri dan nilai bisa dimanipulasi.
Kembali lagi kepada TEKANAN…
Masih dengan positivisme, masih dengan machinism, masih dengan target zone.
Para pendidik diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan metode dan teknik pengajaran, teknik pendidikan. Namun apa bedanya bila sang murid tidak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitas sesuai versi mereka sendiri? Sesuai bakat dan kemampuan yang mereka sukai dan kuasai? Sama saja dengan mesin yang hanya diganti bahan bakarnya, hari ini minyak tanah, esok solar dan lusa premium. Ironis sekali, tetaplah sebagai mesin.
Kembali kepada NILAI…
Seorang siswa yang nilai Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semesternya mendapatkan hasil baik akan masuk Zona Aman, dibandingkan siswa ketika proses berlangsung berusaha serius sedangkan nilai UTS dan UAS-nya kurang baik. Padahal momen-momen ujian -sudah bukan rahasia lagi- dapat dimanipulasi oleh orang lain maupun siswa itu sendiri, dengan cara-cara yang sudah tidak kurang jalan.
Akhirnya…
Kita semua berharap, semoga segenap pelaku pendidikan mencermati lebih dalam lagi, bagaimana pendidikan menjadi proses memanusiakan manusia, bukan proses memesinkan manusia. Kiranya Allah SWT akan senanatiasa menolong hamba-hambanya yang saling menolong, saling mengingatkan dalam kebaikan dan saling mengingatkan dalam kesabaran. Amiin..!!!!
Wallohul Muyassir ‘Ala Sabiilil Khoiir…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar