Jumat, 15 April 2011
PUASA RAMADLAN DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH
MAKALAH
PUASA RAMADLAN DALAM PERSPEKTIF USUL FIQIH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ahir dari Mata Kuliah Usul Fiqih
Dosen pembimbing:
Drs. Moh. Kharisudin Kholil, M.Ag
S1/ SMT II A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
Juli, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu rukun islam, yakni rukun islam yang keempat, Puasa terdiri dari tiga macam, yaitu puasa sunnah, wajib dan adapula puasa yang diharamkan. Begitu pula tingkatannya, mulai dari puasa ‘am, khowas dan khowas al khowas. Salah satu dari puasa wajib adalah puasa Ramadlan, didalam berpuasa banyak terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tentang hal yang berkaitan dengan puasa ramadlan, mulai dari pengertian, rukunnya, syarat-syarat dan hal yang dapat membatalkan dalam puasa ramadlan. Karena puasa ramadlan merupakan puasa wajib, maka haruslah kita memperhatikan atas semua hal tersebut, karena apabila tidak, bisa-bisa kita dalam berpuasa tidak mendapatkan pahala, hanya mendapatkan lapar dan dahaga.
Maka dari itu pemakalah berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca agar dalam berpuasa dapat lebih berhati-hati dan akhirnya benar-benar mendapatkan pahala dari puasa ramadlan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tanda wajibnya puasa ramadlan?
2. Apasaja rukun/fardlu puasa ramadlan?
3. Apasaja syarat-syarat puasa ramadlan?
4. Hal apa saja yang dapat membatalkan puasa ramadlan?
5. Apasaja yang menyebabkan boleh berbuka?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tanda wajibnya puasa ramadlan.
2. Untuk mengetahui rukun/fardlu puasa ramadlan.
3. Untuk mengetahui syarat-syarat puasa ramadlan.
4. Untuk mengetahui hal yang dapat membatalkan puasa ramadlan.
5. Untuk mengetahui hal yang menyebabkan boleh berbuka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tanda Wajibnya Puasa Ramadlan
Puasa ramadlan menurut bahasa mempunyai arti “Menahan”, sedang menurut syara’ adalah makanan, minuman dan jima’ dan segala yang dapat membatalkan puasa. Puasa ramadlan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan dan puasa romadlan adalah merupakan rukun islam yang keempat. Perintah diwajibkannya puasa ramadlan pada setiap muslim yang sudah baligh dan berakal sudah ada pada umat-umat terdahulu, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
ياايها الذين امنوا كتب عليكم الصيا كما كتب عل الذى من قبلكم لعلكم تتقون (البقراه:183)
Artinya” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (Al Baqoroh:183)
Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih:
الاصل فى الامر للوجوب
“Pada dasarnya perintah itu menunjukan arti wajib”
Ibadah puasa turun perintah kefardluannya pada bulan sya’ban tahun 2 hijriyah, dan puasa itu sendiri adalah termasuk diantara kekhususan umat islam dan merupakan ibadah.
Wajib mengerjakan puasa ramadlan sebulan penuh, sebagai ijma’ dengan telah berakhirnya tanggal 30 sya’ban atau dengan adanya seorang adil sekalipun adil matsur yang melohat hilal, maka umat manusia yang beriman diwajibkan berpuasa, berdasarkan firman Allah SWT:
فاذا رايتم الهلل قصومو
“Apabila kamu melihat hilal (Ramadlan) maka berpuasalah”
Jadi sebab adanya hilal yang dilihat oleh orang yang adil dan bersaksi dihadapan orang yang adil pula, maka menjadi sebab wajibnya puasa ramadlan.
Hal ini selaras dengan kaidah usul fiqh:
الحكم يذول مع العلة وعدما
“Hukum itu selalu mengikuti illat, baik ada maupun tidak adanya.
B. Rukun/Fardlu puasa Ramadlan
Adapun fardlunya puasa, antara lain:
1. Niat didalam hati, mengucapkannya tidak menjadi syarat tetapi sunnah mengucapkannya. Demikian pula makan sahur belum cukup dikatakan sebagai niat puasa, karena sempurnanya puasa ramadlan yaitu jika seseorang mengucapkan niatnya, yaitu:
نوبت صوم غد عن اداء فرض شهرى رمضان هذه السنة فرض لله تعالى
“ Saya berniat berpuasa besok hari untuk memenuhi kefardluan bulan Ramadlan tahun ini karena Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqh:
مالا بتم الواجب الابه فهو واجب
“Sesuatu yang menjadi sebab sempurnanya perkara yang wajib, maka hukumnya adalah wajib.
2. Menahan makan dan minum serta yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Sebagaimana firman Allah SWT:
وكلو واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسود من الفجر
“Makan dan minumlah kamu, sehingga tampak olehmu benang yang putih dari benang hitam, yaitu fajar (yakni sampai terbit fajar)” (Al Baqoroh:187).
Ayat diatas menunjukan bahwa larangan makan dan minum hanya berlaku selama terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Hal ini sesuai dengan kaidah nahyu yang muqoyyad, yaitu larangan yang dibatasi dengan waktu. Dan larangan ini hanya berlaku selama waktu yang disebutkan belum habis.
C. Syarat-Syarat Puasa Ramadlan
Orang yang wajib menjalankan puasa Ramadlan memiliki syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Beragama islam.
2. Baligh, orang laki-laki yang sudah mimpi basah dan wanita yang sudah berumur sembilan tahun.
3. Berakal, yaitu tidak gila, tidak mabuk.
4. Sehat dan berupaya untuk mengerjakannya
D. Hal-Hal Yang Dapat Membatalkan Puasa Ramadlan
Adapun hal yang dapat membatalkan puasa diantaranya adalah:
1. Makan atau minum dengan disengaja.
2. Memasukan sesuatu kedalam rongga.
3. Menyengaja muntah.
4. Sengaja membuka mulut didalam air.
5. Melakukan istimna (onani) baik dengan tangan sendiri ataupun dengan tangan istri.
6. Melakukan jima’disiang hari sekalipun tanpa inzal (ejakulasi-keluar mani).
E. Sebab-Sebab Membolehkan Berbuka (Membatalkan Puasa)
Didalam islam tidak selalu memberatkan umatnya, karena islam mengharap kemudahan didalam menentukan hukum seperti firman Allah SWT:
يريد الله بكم البسر ولا يريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
Jadi setiap hukum Allah selalu memberikan rukhsoh (keringanan) yang dapat kita pakai apabila terdapat hal-hal yang memberatkan.
Sebab dibolehkannya membatalkan puasa antara lain:
1. Sakit parah dan merasa tidak sanggup mengerjakan puasa.
2. Dalam perjalanan jauh
3. Khawatir binasa
Namun demikian orang yang meninggalkan puasa wajib mengganti dihari yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
فمن كان منكم مريضا اوعلى سفر فعدة من ايام اخر
“Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka) maka wjib baginya mengganti dihari yang lain, sekalipun orang wanita yang sedang haid, berbeda dengan shalat, berdasarkan kaidah:
القضاء بامر جديد
“Qada itu harus sesuai dengan kaidah yang baru”
Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.a:
كنا نؤ مر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة
“ Kami disuruh mengqodlo puasa tetapi tidak disuruh mangqodlo shalat”
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut syara’ puasa adalah makanan, minuman dan jima’ dan segala yang dapat membatalkan puasa.
2. Adapun fardlunya puasa, adalah Niat didalam hati dan Menahan makan dan minum serta yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
3. Syarat-syarat seseorang yang wajib berpuasa, antara lain:
a. Beragama islam.
b. Baligh
c. Berakal, yaitu tidak gila, tidak mabuk.
d. Sehat dan berupaya untuk mengerjakannya
4. Adapun hal yang dapat membatalkan puasa diantaranya adalah:
a. Makan atau minum dengan disengaja
b. Memasukan sesuatu kedalam rongga.
c. Menyengaja muntah
d. Sengaja membuka mulut didalam air.
e. Melakukan istimna (onani) baik dengan tangan sendiri ataupun dengan tangan istri.
f. Melakukan jima’ disiang hari sekalipun tanpa inzal (ejakulasi-keluar mani).
5. Sebab dibolehkannya membatalkan puasa antara lain:
a. Sakit parah dan merasa tidak sanggup mengerjakan puasa.
b. Dalam perjalanan jauh
c. Khawatir binasa
Daftar pustaka
Cholil, Kharisudin.2003.Ushul Fiqih 1.Nganjuk
Hasan,m Ali.2003.Masaik Fiqhiyah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zuhdi, masfuk.1998.Masail Fiqhiyah. Jakarta:CV Haji Masagung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar