Jumat, 15 April 2011

MAKALAH MAKANAN HALAL DAN BAIK


MAKANAN HALAL DAN BAIK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
“ Hadits ”
Dosen Pembimbing:
Bisri Mustofa, M.Pd.I

Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
“MIFTAHUL ‘ULA”
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
Maret 2011


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Makanan yang halal dan baik merupakan tuntunan agama. Halal dari segi dhahiriyah dan sumber untuk mendapatkan makanan tersebut apakah melalui cara – cara yang halal. Memakan makanan yang halal dan baik merupakan bukti ketaqwaan kita kepada Allah, karena memakan makanan halal dan baik merupakan salah satu ibadah.
Allah membolehkan manusia seluruhnya memakan makanan yang telah diberikan Allah di bumi ini, yang halal dan yang baik saja, serta meninggalkan yang haram.
Allah menyeru manusia supaya menikmati makanan – makanan yang baik dalam kehidupan mereka dan menjahui makanan – makanan yang tidak baik, karena dunia diciptakan untuk seluruh manusia. Karunia Allah bagi setiap manusia adalah sama, baik beriman atau tidak beriman.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang makanan yang halal dan baik yang meliputi, hadits tentang makanan halal dan baik, pengertian makanan halal dan baik, manfaat dari makanan halal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana hadits tentang makanan halal dan baik?
2. Apa pengertian makanan halal dan baik?
3. Apa manfaat dari makanan halal?



C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Untuk memahami hadits tentang makanan halal dan baik
2. Untuk memahami pengertian makanan halal dan baik
3. Untuk memahami manfaat dari makanan halal

BAB II
PEMBAHASAN

1. Hadits Tentang Makanan Halal dan Baik

عَنِ الْمِقْدَ مِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَا لَ: مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَا مًا قَطٌّا خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَأْ كُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَأَنَّ النَّبِيَّ اللهِ دَاوُدَا عَلَيْهِ السَّلَمَ كَانَ يَأْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ( رواه البخا رى وا لنساعى )

Dari Miqdam r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Tidak ada makanan yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Dawud a.s. selalu makan dari hasil usahanya sendiri” ( HR. Bukhari dan Nasai )
Hadits di atas menerangkan bahwa sebaik – baik makanan yang dimakan seseorang adalah hasil usahanya sendiri, yaitu hasil kerja keras dengan jalan yang baik dan benar.
Kerja keras untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga akan menjaga kehormatan dan mengangkat derajat seseorang, baik dihadapan Allah maupun sesama manusia. Rosullulah SAW kepada umatnya selalu menganjurkan untuk bekerja. Sebagaimana Beliau bersabda:

وَالَّذِيْ نَفْسِى بِيَدِهِ لأَنْ يَأْحُدَ اَحَدُ كُمْ فَيَحْتَطِبُ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ اَنْ يَأْ تِيَ رَجُلً فَيَسأَ لَهُ اَعْطَاهُ اَوْ مَنَعَهُ (رواه البخا رى )

“ Demi zat jiwaku ada dalam kekuasaannya, sesungguhnya salah seorang dari kalian yang mengambil tamparnya kemudian mencari kayu bakar dan dibawa di atas punggungnya itu lebih baik daripada ia mendatangi seseorang kemudian ia meminta kepadanya baik diberi ataupun ditolak”. ( HR. Bukhori )
Allah melarang kita untuk bermalas –malasan, tidak mau berusaha dan menggantungkan hidup kepada orang lain. Melakukan pekerjaan keras untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan pekerjaan yang mulia disisi Allah SWT. Apalagi pekerjaan yang profesional, akan jauh lebih terhormat, yang penting hasilnya halal dimakan. Sebab memakan makanan yang halal dan baik merupakan syarat terkabulnya do’a. Sebagaimana sabda Rosullulah SAW:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ: قَا لَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ الله تَعَالَ طَيِّبُ لاَيَقْبَلُ اِلاَّ طَيِّبًا وَ إِنَّ الله أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَاااَمَرَبِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَ يَاأَيُّهَا الرُّسُلْ كُلُوْ امِنَ الطَيِّبَاتِ وَاعْلَمُوْا صَالِحًا. وَ قَا لَ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنَ الطَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَا كُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَا ِٕ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَ مَطْعَمَهُ حَراَمٌ وَمَسُرَبَهُ حَراَمٌ وَ مَلْبَسَهُ حَراَمٌ وَغَذِى بِاالْحَرَامِ فَأَنَّ يُسْتَجَا لَهُ (رواه مسلم )

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, “ Rosullulsh SAW bersabda, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan pada orang – orang mukmin seperti apa yang telah diperintahkan-Nya kepada Rosul, maka Allah berfirman: Hai para Rosul, makanlah kamu semua dari sesuatu yang baik dan berbuatlah kamu yang baik. Dan firman Allah yang lain: Hai orang – orang yang beriman, makanlah kamu semua dari sebaik – baik apa yang telah Ku-rezekikan kepadamu. Kemudian Nabi SAW menceritakan seseorang lelaki yang telah jauh perjalanannya dengan rambutnya yang kusut, kotor, penuh debu, yang menadahkan kedua tangannya seraya berkata ( berdo’a ): Wahai tuhanku, sedangkan makanannya haram minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan barang yang haram, mana mungkin ia akaaan dikabulkan do’anya? “ ( HR. Muslim )


2. Pengertian Makanan Halal dan Baik
Makanan halal adalah makanan yang dibolehkan oleh agama dari segi hukumnya. Makanan yang halal hakikatnya adalah makanan yang didapat dan di olah dengan cara yang benar menurut agama.
Adapun makanan yang baik dapat dipertimbangjan dengan akal dan ukurannya untuk kesehatan. Artinya makanan yang baik adalah yang berguna dan tidak membahayakan bagi tubuh manusia dilihat dari sudut kesehatan. Maka, makanan yang baik lebih bersifat kondisional, tergantung situasi dan kondisi manusia yang bersangkutan.
Dalil tentang perintah memakan makanan yang baik / halal:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَكُمْ
Artinya:
“ Hai orang – orang beriman makanlah diantara rizki yang baik yang kami berikan kepadamu “ ( QS. Albaqarah: 172 )
Pada dasarnya semua makanan adalah halal untuk dimakan, kecuali dilarang agama karena berbahaya untuk kesehatan. Sedangkan yang membahayakan dan mengandung mudlarat ( merusak ) dilarang keras oleh agama.

3. Manfaat Makanan Halal
Perintah Allah untuk mengkonsumsi makanan yang halal tentu bermanfaat bagi pelakunya antara lain:
1) Makanan yang halal dapat menyehatkan badan dan terpeliharanya diri dari sumber rizki.
2) Menyebabkan amal ibadah diterima Allah
3) Dapat menghindarkan diri dari perbuatan dosa
4) Termasuk golongan orang sholeh dan berakhlak mulia.
Kita harus selalu ingat bahwa begitu penting artinya makanan bagi manusia, oleh karena itu sudah semestinya mereka selektif dalam memilih setiap makanan. Kalau tidak makan justru dapat mengganggu kesehatan. Tubuh manusia membutuhkan makanan yang sehat / baik. Makanan dikatakan sehat / baik apalagi memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Makanan harus bersifat higienis yaitu tidak mengandung kuman penyakit
2) Makanan mudah dicerna oleh alat – alat pencernaan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1) Sebaik – baik makanan yang dimakan seseorang adalah hasil usahanya sendiri, yaitu hasil kerja keras dengan jalan yang baik dan benar. Sebagaimana sabda Nabi:

عَنِ الْمِقْدَ مِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَا لَ: مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَا مًا قَطٌّا خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَأْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَأَنَّ النَّبِيَّ اللهِ دَاوُدَا عَلَيْهِ السَّلَمَ كَانَ يَأْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ( رواه البخا رى وا لنساعى )

Dari Miqdam r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Tidak ada makanan yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Dawud a.s. selalu makan dari hasil usahanya sendiri” ( HR. Bukhari dan Nasai )

2) Makanan halal adalah makanan yang dibolehkan oleh agama dari segi hukumnya. Makanan yang halal hakikatnya adalah makanan yang didapat dan di olah dengan cara yang benar menurut agama. Dan makanan yang baik adalah yang berguna dan tidak membahayakan bagi tubuh manusia dilihat dari sudut kesehatan

3) Manfaat dari makanan halal yaitu:
 Makanan yang halal dapat menyehatkan badan
 Menyebabkan amal ibadah diterima Allah
 Termasuk golongan orang sholeh dan berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA

Al ghazali, Imam. 1995. Ihya’ Ulumuddin. Jakarta: Pustaka Amani

Rusyd, Ibnu. 2002. Bidayatul Mujtahid. Jakarta: pustaka Amani

Yahya, Abu Zakariya bin Syarif An-Nawawi. 1997. Riyadhush Shalihin. Surabaya: Al-Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar