Jumat, 15 April 2011

TAFSIR TARBAWI IBADAH


MAKALAH
IBADAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Tafsir Tarbawy
Dosen Pembimbing:
H. M. Burhanudin Ubaidillah, Lc, M.Ag

S1/ SMT III A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya membentuk manusia Indonesia seutuhnya tidak hanya dapat dicapai dari peningkatan pendidikan dan pelatihan dijalur pendidikan formal. Pembentukan seorang yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman dan pengalaman berdasarkan dinasti spiritual masing-masing penduduk dengan agama yang dianutnya dapat melaksanakan ritual ibadah dalam rangka meningkatkan derajat kemanusiaan dan keluhuran budinya. Baik dari sisi hubungan vertikal maupun horisontal pada sesama manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ibadah?
2. Bagaimana hakikat ibadah?
3. Apakah ibadah itu diperintahkan?
4. Apa syarat agar ibadah kita bisa diterima?
5. Apa hikmah mempelajari ibadah?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ibadah.
2. Untuk mengetahui hakikat ibadah.
3. Untuk mengetahui apakah ibadah itu diperintahkan.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat agar ibadah seseorang bisa diterima.
5. Untuk mengetahui hikmah mempelajari ibadah.


BAB II
PEMBAHASAN

IBADAH

1. Pengertian Ibadah
Pengertian ibadah banyak ta’rifnya. Karena banyaknya pandangan para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing para ahli ilmu.

a. Ta’rif ahli lughot
Para ahli lughot mengertikan bahwa ibadah adalah taat, mengikuti dan tunduk.
Dengan arti kata taat kata ibadah didasarkan firman Allah SWT. Surat Yasin ayat 60.

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

b. Ta’rif Ulama Tauhid, Tafsir dan Al Hadits
توحيد الله وتعظيمه غاية التعظيم مع التذلل والخضوع له
Menurut mereka tauhid adalah mengesakan Allah, menta’dzimkannya dengan sepenuh-penuhnya ta’dzim serta menghinakan diri dan menunjukan jiwa kepadanya (menyembahnya).
Jadi Menurut mereka ibadah adalah mengesakan Allah, meyakini dan meyakini ke Esaan Nya pada dzat-dzatnya dan sifat-sifatnya. Firman Allah SWT dalam surat Al Dzurriyat: 56

56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

c. Ta’rif Ulama Akhlak
Ulama akhlak mengartikan ibadah adalah:
العمل بالطعاة البدنية والقيام بالشرائع
Mengerjakan segala taat keadaniyah dan menyelenggarakan segala syari’at (hukum).
Selain budi pekerti (akhlak) maka segala tugas hidup (kewajiban setiap individu),baik mengenai diri sendiri maupun keluarga maupun masyarakat bersama.
نظر الرجل الى ولديه حبا لهما عبادة (رواه السيوطى)
Memandang ibn dan bapak karena cinta kepada mereka adalah ibadah (HR. As-Syuyuti).

d. Ta’rif Ulama Tasawuf
Menurut mereka ibadah adalah
فعل المكلف على الخللاف هوى نفسه تعظيما لربه
Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan atau mengagungkan Tuhannya.
Ahli tasawuf membagi pengertian ibadah menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Beribadah kepada Allah karena mengharap benar akan memperoleh pahala Nya atau takut akan siksa Nya.


2. Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu perbuatan yang mulia, dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya.
3. Beribadah kepada Allah kaena memandang bahwa Allah berhak disembah (diibadati) dengan tidak mempedulikan apa yang akan diterima dari Nya.

e. Ta’rif Menurut Fuqoha
Menurut para fuqoha, ibadah adalah:
ما ادبت ابتغاء لوجه الله وطلبا لثوابه في الاخراة
Segala taat yang dikerjakan untuk mancapai keridlaan Allah dan mengaharap pahala Nya di akhirat.
Adapun makna ta’abbud atau beribadah adalah:
القيام بحقه تعالى
Melaksanakan segala hak Allah
Kata tauhid diambil dari kata ubudiyah (menghambakan diri).
Para ulama ini membagi ibadah menjadi dua, yaitu:
1. Ibadah Mahdhah
Penghambaan murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung.
2. Ibadah Ghoiru Mahdhah
Ibadah yang disamping sebagai hubungan hamba dengan allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan mahluknya.
Kemudian para ulama membagi lagi ibadah itu menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Ibadah Badaniyah (dzatiyah) seperti shalat.
2. Ibadah Maliyah seperti zakat.
3. Ibadah Ijtima’iyah seperti haji.
4. Ibadah Ijabiyah seperti thowaf.
5. Ibadah Salbiyah seperti meninggalkan segala yang diharamkan dalam masa ihram.
f. Ta’rif Ahli Usul Fiqih
Para ahli usul fiqih membagi atas dua bagian:
1. Hukum-hukum yang tidak jelas Illatnya (susah hukumnya) dan tidak jelas kemuslihatannya (hikmatnya). Bagian ini mereka namai ghoiru Ma’qulatil Ma’na yang tidak dipahamkan artinya. Mereka namakan juga dengan Umur Ta’budiyah (urusan-urusan yang semata-semata dilaksanakan berdasarkan pada memperhambakan diri kepada Allah).
2. Hukum-hukum yang jelas Illatnya (sebab hukumnya). Bagian ini dinamakan Maqulatul Ma’na (dapat dipahamkan artinya).
Maka menurut istilah ini ibadah melengkapi segala hal yang tidak jelas diketahui hukumnya.

g. Makna yang Umum
Makna umum dari ibadah adalah:
العبادة اسم جامع لما يحبه الله ويرضاه, قول اوفعلا جاليا كان اوخفيا
Ibadah meliputi segala yang disukai Allah dan yang diridloi Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik sembunyi-sembunyi muapun terang-terangan.
Jika kita mengambil makna yang umum ini, masuklah kedalam ibadah segala hukum, baik yang dipahamkan maknanya maupun yang tidak. Baik yang berkaitan dengan anggota maupun dengan lidah ataupun dengan hati.
Sebagaimana ibadah mempunyai makna yang umum, maka muamalahpun mempunyai makna yang umum pula. Bahwa berbagai hukum seperti dimasukkan kedalam muamalah.
Nabi SAW bersabda:
الدين المعاملة
Agama itu Muamalah
Muamalah ditinjau dari sudut tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu:
1. المعاملة مع الخالق Muamalah dengan Tuhan yang telah menciptakan.
2. المعاملة مع المخلق Muamalah dengan mahluk (para hamba dll)

Apabila kita simpulkan tarif-tarif yang telah diuraikan nyatalah bahwa ibadah mengandung dua pengertian, yaitu:
1. Pengertian Khas (tertentu)
a. Makna khas menurut ahli usul adalah segala hukum yang tidak jelas illatnya dan tidak jelas pula kemuslihatannya.
b. Makna khas menurut fuqoha ialah segala hukum yang dikejakan untuk mengharap pahala di akhirat, yang dikerjakan sebagai tanda pengabdian kepada Allah SWT.
2. Pengertian ‘Aam (Umum)
Makna ‘Aam adalah segala hukum yang kita laksanakan atas nama ketetapan Allah dan diridloi Nya.

2. Hakikat Ibadah
Hakikat ibadah ialah:
حضوع الروح ينلشاء عن استسعارالقلب ممحبة المعبود وعظمتهل اعتقادا بان للعالم سلطانا لايدركه العقل حقيقته
Kekhusukan jiwa yang timbul karena perasaan cinta akan Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran Nya. Lantaran beriktikad bahwa alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengatahui hakikatnya.
Menurut Al Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya mengemukakan:
العبادة عبارة عما يجمع كمال المحبة والخضوع والخوف
Ibadah itu adalah suatu pengertian yang mengumpulkan kesempurnaan cinta, tunduk dan takut.
Apabila mana-mana yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmuuntuk diperhatikan baik-baik, maka nyatalah bahwa tarif yang diberikan oleh suatu golongan terpaut untuk menyempurnakannya dengan tarif yang diberikan oleh golongan yang lain. Jelasnya tidaklah dipandang seorang mukallaf telah beribadah (sempurna ibadahnya) kalau dia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian foqoha’ saja atau ahli usul fiqih saja. Disamping itu beribadah dengan ibadah-ibadah yang dibentangkan oleh para fuqoha, ia perlu pula ibadah, dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadits dan ahli tafsir. Dan perlu pula beribadah, dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli akhlak yaitu memperbaiki budi pekerti. Maka apabila pengertian-pengertian tersebut telah menyatu, maka barulah terdapat hakikat ibadah dan ruhnya, barulah rangka ibadah mempunyai motor yang menggerakannya.

3. Perintah Ibadah
Untuk mewujudkan ibadah seseorang hamba, Allah memerintahkan hambanya untuk beribadah kepadanya. Allah mengeluarkan perintah Nya ini sebenarnya merupakan keutamaanya yang besar kepada kita.
Jika kita renungi hakekat ibadah, kitapun yakin bahwa perintah ibadah itu pada hakekatnya berupa peringatan, yang memerintahkan kita untuk menunaikan kewajiban terhadap dzat yang telah melimpahkan karunia Nya kepada kita. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah: 21

21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Analilis Nahwu:
لعلكم : Dalam Ilmu nahwu disebut huruf tamanni yang berarti bahwa orang yang diperintah mempunyai kesempatan meraih keberhasilan.
يايهاالناس : Dalam ilmu nahwu disebut munada yang artinya panggilan dengan tujuan agar orang yang dikhitobi mempunyai tanggapan/perhatian.

4. Syarat Diterimanya Suatu Ibadah
Diterima ataupun tidak suatu ibadah terkait dengan dua hal, yaitu:
a. Pelaksanaan ibadah harus dilandaskan akan dasar keihlasan.
Firman Allah SWT dalam surat Az Zumar: 11-12

11. Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.
12. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri".
b. Ibadah dilaksanakan dengan cara yang sah (sesuai dengan petunjuk syara’)
Firman Allah SWT dalam surat Al Kahfi: 110

110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

5. Mempelajari Hikmah Ibadah
Allah menetapkan atas para hambanya beberapa fardlu yang wajib ditunaikan, persis sebagaimana yng diperintahkan Nya. Karena Allah sangat mengetahui kemaslahatan-kemaslahatan manusia dan kemanfaatannya.
Dasar-dasar hikmah Allah menetapkan pokok-pokok fardlu dan dosa-dosa besar telah dilandaskan oleh atsar dibawah ini:
“Allah memfardlukan imam untuk membersihkan hati dari syirik, memfardlukan sembah yang untuk mensucikan mensucikan diri dari takabur, memfardlukan zakat untuk menjadi sebab hasil rezeki bagi manusia. Memfardlukan puasa untuk menguji kaikhlasan manusia, memardlukan haji untuk mendekatkan umat islam satu dengan yang lainnya. Memfardlukan jihad untuk kebenaran islam, memfardlukan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang awam, Mefardlukan nahyu ‘anil munkar untuk menghardik orang-orang yang kurang akal, memfardlukan silaturahmi untuk menambah bilangan, memfardlukan qishas untuk memelihara darah. Menegakkan hukum-hukum perdana untuk membuktikan besarnya keburukan barang-barang yang diharamkan itu. Memfardlukan kita menjauhi minum-minuman yang memabukan untuk memelihara akal, memfardlukan untuk menjauhkan diri dari perceraian untuk mewujudkan pemeliharaan diri, memfardukan untuk menjauhi zina unuk menjaga keturunan, untuk menjahukan lewat untuk memperbanyak keturunan, memfardukan kesaksian untuk memperlihatkan kebenaran, memfardukan menjauhi dosa untuk memuliakan kebenaran, memfardukan perdamaian untuk memelihara manusia dari ketakutan, memfardukan kita memelihara amanah untuk menjaga kesargaman hidup, dan memfardukan taat untuk member nilai tinggi kepada pemimpin Negara”
Dengan demikian maka sangatlah penting dan perlu kita pelajari hikmah ibadah, karena dengan mengetahui hikah-hikmahnya, maka keikhlasannya dan kekhusukan dalam beribadah akan mudah terwujud.
Selain ini kita juga perlu untuk mengetahui hukumnya, supaya kita dapat beribadah kepada Allah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan cara mempelajari tuntunan nabi dalam pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Pengertian ibadah Pengertian ibadah banyak ta’rifnya. Karena banyaknya pandangan para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing para ahli ilmu, mulai dari ahl;i lughoh, Ulama Tauhid, Ulama akhlak, Ulama Tasawuf, Ahli Fuqoha, Ahli Usul fiqih dan Ma’na umum.
2. Hakikat ibadah adalah Kekhusukan jiwa yang timbul karena perasaan cinta akan Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran Nya. Lantaran beriktikad bahwa alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengatahui hakikatnya.
3. Perintah ibadahi sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah: 21
 ••          
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
4. Diterima ataupun tidak suatu ibadah terkait dengan dua hal, yaitu pelaksanaan ibadah harus dilandaskan akan dasar keihlasan dan Ibadah dilaksanakan dengan cara yang sah (sesuai dengan petunjuk syara’).
5. Dengan mengetahui hikah-hikmah dari suatu ibadah, maka keikhlasannya dan kekhusukan dalam beribadah akan mudah terwujud, selain ini kita juga perlu untuk mengetahui hukumnya, supaya kita dapat beribadah kepada allah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan cara mempelajari tuntunan nabi dalam pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA


Teungku Muhammad Hasbi.Kuliyah Ibadah.200.PT Pustaka Rizki Putra. Semarang.
Rasihan Anwar. Ilmu Fiqih.2006.PT Pustaka Setia.Bandung
Abdis Salam.2004.Qowa’idul Ahkam.PT Rineka Cipta.Jakarta.
Abdul Kholiq.Ilmu Nahwu.2004.Daarus salaam.Nganjuk
Syarifudin.1426 H. Nahwu Al ‘Imrithy. Daarus Salaam.Nganjuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar