SISI
LAIN PENCAK SILAT DI NGANJUK PART II
Oleh:
Riki Sugianto
Hai sahabat
penulis yang super, pada kesempatan kali ini penulis akan membagikan ceritanya
ketika sedang meminum kopi di salah satu warkop favorit penulis, yaitu di
tempat pak Haji Wahidin Jekek Baron. Disana tanpa di sengaja, penulis mendengar
percakapan sekelompok pendekar (panggil saja pendekar ndeso) yang sedang
menyiapkan strategi balas dendam untuk menghabisi kelompok lain yang telah
berani menjelek-jelekan dan menghina organisasi kelompok si pendekar ndeso itu.
Dengan seksama dan
sedikit kepo penulis mendengarkan satu demi satu, tahap demi tahapan yang akan
mereka lakukan demi memuaskan dendam mereka. Mulai dari hari, tanggal sampai
jam eksekusi nya penulis dengarkan. hihihiii....
Wkwkwkwkwk... Mungkin
hanya tertawaan yang bisa penulis gambarkan ketika melihat strategi licik
pendekar ndeso itu. Karena ini sungguh lucu menurut penulis, di satu sisi pendekar
ndeso ini sangat cinta dan bangga akan “kebesaran nama” organisasinya,
sampai-sampai tak rela siapapun menghina organisasinya. Namun di sisi yang lain
mereka lupa atau mungkin tidak menyadari kalau sikap-sikap negatif yang selama
ini mereka lakukan itu justru yang membuat citra organisasi mereka jelek di
mata khalayak umum.
Coba sedikit “kita”
berfikir sahabat, bagaimana mungkin “kita” menginginkan khalayak umum memberi
nilai baik pada sebuah organisasi “kita”, sedangkan sikap “kita” sendiri tidak
mencerminkan bagaimana luhurnya ajaran organisasi yang “kita” punya?
Minum-minuman
keras, mabuk-mabukan, tawuran dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya. Orang-orang
tidak akan akan melihat siapa kita, kenal juga nggak... Namun yang akan dikenal
oleh masyarakat adalah baju atau atribut yang kita pakai. Sungguh aneh..
seragamnya saja “Generasi Wali Songo“ tapi kok mabuk-mabuk an... Seragam nya
saja “ Memayu Hayungin Bawono“ tapi menebar keributan dimana-mana.
Penulis disini
hanya berharap, jika kalian ingin nakal silahkan... ingin mabuk silahkan..
ingin tawuran silahkan... namun sekali lagi penulis ingatkan... jangan memakai
atribut organisasi kalian. Jangan sampai karena Nila setitik rusak susu
sebelanga. (Bukan susu sebelahnya ndrooo...)
Sejujurnya
penulis disini sangat rindu akan aksi-aksi nyata para pendekar di Nganjuk ini,
yang tidak segan turun ke sungai untuk membersihkan sampah, bekerja bakti di
lingkungan untuk sekedar mencabuti rumput. Selain itu penulis juga rindu akan
indah nya jurus seni para pendekar yang di tampilkan sebagai pertunjukan dan
bukannya ditampilkan pada saat perkelahian.
Penulis
sepenuhnya percaya, sahabat-sahabat kita sesama pendekar yang kebetulan berada
dalam lingkaran hitam juga menyadari akan kekeliruan sikap mereka, dan penulis yakin
100% mereka pun sebenarnya juga mempunyai harapan untuk berubah ke arah yang lebih
baik. Tinggal menunggu waktu indah itu datang pada mereka.
Salam pencak
silat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar