ISLAMISASI (ISMAIL R. AL-FARUQI)
MAKALAH
Disusun
untuk tugas Mata Pelajaran Kuliah
“Filsafat Islam”
Dosen Pembimbing :
Drs. Amirudin. M. Ag
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
( S T A I M )
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ismail R. Al-faruqi adalah orator ulung, cendekiawan
yang handal dalam studi islam dan mungkin salah seorang cendekiawan yang sangat
di segani dalm bidang etika kristen. Al-faruqi telah mempopulerkan perlunya
islamisasi yang dimiliki oleh pemikir muslim yakni Al-Attas kemudian disalah
pahami banyak orang. Al-faruqi mengakui dengan benar bahwa sumber ide mereka
dengan menyebut nama dan tulisan tertentu.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Riwayat Hidup Al-faruqi?
2.
Bagaimana latar belakang islamisasi menurut Al-faruqi?
3.
Bagaimana pendapat Al-faruqi tentang prinsip dasar
islamisasi?
4.
Bagaimana pendapat Al-faruqi tentang islamisasi ilmu
pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Riwayat
Hidup dan Karyanya
Ismail Raji Al-faruqi lahir pada 1 Januari 1921 M, di
Jaffa Palestina. Pendidikan awalnya di tempuh di College des Ferese, Libanon,
kemudian di Amerika University, Bairul jurusan filsafat tahun 1941 meraih Bachelor
of Arts (BA). Faruqi melanjutkan studinya di Universitas Indiana meraih gelar Harvard. Pada tahun
1952 Faruqi meraih gelar Ph. D dari Universitas Indiana dengan disertai yang berjudul
Tentang Pembenaran Tuhan, metafisika dan epistemologi nilai. Ia kemudian pergi
ke Mesir untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar
Kairo.
Selanjutnya, tahun 1968 Faruqi menjadi guru besar
pemikiran dan kebudayaan islam pada Temple
University, Philadelphia.
Disini Faruqi mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya
sampai akhir hayatnya, 27 Mei 1986.
Karya tulis beliau tercatat tidak kurang dari 100
artikel dan judul buku yang mencakup berbagai persoalan, antara lain : etika,
seni, sosiologi, kebudayaan, metafisika dan politik. Diantara bukunya adalah
Ushul Al-Syahyuniyah fi al-Din al-Yahudi (1963). Historical Atlas of Religion
of the World (1974), Islamic and Culture (1980) dll.
2.2
Latar
Belakang Islamisasi
Menurut Faruqi akibat dari paradigma yang sekuler,
pengetahuan modern menjadi kering bahkan terpisah dari nilai-nilai tauhid,
suatu prinsip global yang mencakup lima
kesatuan, yakni keasatuan tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan
hidup, dan kesatuan umat manusia. Jadi, sains modern melepaskan diri dari nilai
teologis. Demi menjaga identitas keislaman dalam persaingan budaya global. Para ilmuan muslim mengambil sikap dengan posisi
konservatif-statis, yakni dengan melarang segala bentuk inovasi dengan
mengedepankan ketaatan fanatik terhadap syariah (fiqh produk abad pertengahan).
Sikap masyarakat muslim tersebut pada akhirnya menimbulkan pemisahan wahyu dari
akal, pemisahan pemikiran dari aksi dan pemisahan pemikiran dari kultur.
Sistem dan model pendidikan islam yang dianggap sebagai
ujung tombak kemajuan, justru mendukung dan melestarikan tradisi keilmuan
islam. Menurut faruqi, model pendidikan masyarakat islam terbagi menjadi tiga
kategori. Pertama, sistem pendidikan tradisional yang hanya mempelajari
ilmu-ilmu keislaman secara sempit, sisi hukum dan ibadah mahdlah yang dalam
konteks Indonesia
pada model pendidikan salaf di pesantren. Kedua, sistem pendidikan yang lebih
menekankan ilmu-ilmu sekuler yang diadopsi secara mentah dan bakat yang dalam
konteks Indonesia
pada sistem pendidikan umum. Dan ketiga, ada sistem konvergensif yang memadukan
kedua sistem yang ada. Disamping memberikan materi agama juga memberikan
berbagai disiplin ilmu modern yang diadopsi dari barat. Namun, pecangkokan ini
ternyata tidak dilakukan atas dasar filosofis yang benar, tetapi hanya semata
diberikan secara bersama-sama.
Menurut faruqi, cara untuk membangkitkan islam dan
mendong nestapa dunia, kecuali dengan mengkaji kembali kultur keilmuan masa
lalu, masa kini dan keilmuan barat, untuk kemudian mengolahnya menjadi keilmuan
yang rahmataa li al-alamin.
2.3
Prinsip
Dasar Islamisasi
Faruqi meletakkan pondasi epistemologi pada prinsip
tauhid yang terdiri lima
macam kesatuan.
2.3.1
Keesaan (kesatuan) Tuhan, bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, yang menciptakan, memelihara semesta, islamisasi ilmu mengarahkan
pengetahuan pada kondisi analisa dan sintesa tentang hubungan realitas yang
dikaji dengan hukum Tuhan.
2.3.2
Kesatuan ciptaan, bahwa semesta ini baik yang material,
psikis, spasial (ruang) biologis, sosial maupun estetis adalah kesatuan yang
integral. Masing-masing saling kait dan menyempurnakan untuk mencapai tujuan
akhir tertinggi Tuhan. Dalam kaitannya dengan islamisasi ilmu, maka setiap
penelitian dan usaha pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi
dari keimanan dan realisasi ibadah kepada-Nya.
2.3.3
Kesatuan kebenaran dan pengetahuan kebenaran bersumber
pada realitas, dan jika semua realitas berasal dari sumbu yang sama. Tuhan maka
kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran
sebagai berikut; (1) Berdasarkan wahyu, (2) Dengan tidak adanya kontradiksi
antara nalar dan wahyu, (3) Pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan
bagian-bagiannya tidak akan pernah berakhir.
2.3.4
Kesatuan hidup. Menurut Faruqi, kehendak Tuhan terdiri
atas 2 macam: (1) Berupa hukum alam (sunnah Allah) dengan segala regularitasnya
materi, (2) Berupa hukum moral yang harus dipatuhi agama.
2.3.5
Kesatuan manusia, menurut faruqi adalah universitas
mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Kelompok muslim tidak disebut
bangsa, suku atau kaum melainkan umat. Kaitan dengan islamisasi ilmu,
mengajarkan bahwa setiap pengembangan ilmu harus berdasar dan bertujuan untuk
kepentingan kemanusiaan, bukan hanya kepentingan golongan, ras dan ethis
tertentu.
2.4
Islamisasi
Ilmu Pengetahuan
Realitas pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan ini
tampaknya muncul dalam pemikiran Al-Faruqi secara mendadak. Namun sebenarnya
dia tidak mencurahkan pikirannya secara mendadak. Hal ini disebabkan
pemikirannya dapat ditelusuri dari perkenalannya secara langsung dengan ide-ide
Al-Attas melalui berbagai diskusi dan bacaan aktual makalah-makalah Al-Attas.
Kenyataan akan pentingnya ide dan agenda islamisasi ilmu pengetahuan masa kini
dan modern itu diakui 3 kali oleh Al-Faruqi sendiri.
Isu dan problem yang kemudian menyadarkan Al-Faruqi
akan perlunya usaha-usaha filosofis yang intensif kearah islamisasi ilmu
pengetahuan modern atau kotemporer belum sepenuhnya muncul dalam pikirannya.
Dalam sebuah artikel sangat pendek sebanyak tiga lembar, dia menekankan
pentingnya spiritualitas sebagai aspek ilmu sosial yang valid dan menyarankan
agar ilmuan sosial muslim dilatih dalam bidang aksiologi, deontologi, teologi
dan estetika agar dapat mengembangkan kemampuannya untuk memahami nilai yang
secara tradisional dia anggap telah dilakukan melalui ilmu-ilmu Al_Qur’an,
hadits, ushul dan fiqih serta adab.
Al-Faruqi mencoba mengekspresikan pandangan hidup
islam yang tradisional, seperti yang ditafsirkan dari pandangan shalafiyyah
yang kompleks, kemudian menghubungkannya dengan berbagai dimensi kehidupan dan
pemikiran dengan cara yang komprehensif. Al-Faruqi melakukan suatu upaya yang
agak terburu-buru untuk menghubungkan perlunya penggunaan konsep-konsep kunci
Arab islam dalam proses islamisasi. Dia menyarankan agar semua istilah dan
konsep kunci Arab islam diperkenalkan kembali dalam di kursus-kursus islam
dalam bahasa inggris karena ketidakmungkinannya untuk menemukan istilah yang
sama dalam bahasa inggris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Ismail Al-Faruqi lahir pada 1 Januari 1921 M, di Jaffa
Palestina. Beliau menghabiskan waktunya di Philadelphia. Salah satu karyanya adalah
Islamic and Culture (1980). Menurut Faruqi, model pendidikan masyarakat islam
terbagi menjadi tiga yakni: (1) Sistem pendidikan tradisional yang hanya
mempelajari ilmu-ilmu keislaman, yang dalam konteks Indonesia pada model pendidikan
salaf di pesantren. (2) Sistem pendidikan yang lebih menekankan ilmu-ilmu
sekuler yang diadopsi secara mentah dari barat yang dalam konteks Indonesia pada
sitem pendidikan umum. (3) Sistem konvergensif
yang memadukan kedua sistem yang ada. Disamping memberikan materi agama
juga memberikan berbagai ilmu modern yang diadopsi dari barat.
2.
Menurut Al-Faruqi cara untuk membangkitkan islam dan
menolong nestapa dunia dengan mengkaji kembali kultur keilmuan masa lalu, masa
kini dan keilmuan barat, untuk kemudian mengkaji keilmuan yang rahmatan lil
al-lamin.
DAFTAR PUSTAKA
Soleh, Khudori.
2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Wan Daud, Wan
Mohd, 1998. Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam. Subang Jaya. Khazanah
Ilmu-ilmu Islam
info yang menarik
BalasHapus