BELAJAR BAGI ORANG
DEWASA
Apabila
kita berbicara tentang pendidikan orang dewasa,masalahnyaadalah lebih luas
daripada sekedar mengajarkan orang buta huruf untuk pandai membaca dan menulis.
Batasan yang direkomendasikan oleh UNESCO dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Istilah pendidikan Orang Dewasa berarti keseluruhan proses pendidikan uang
diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodanya, baik formal maupun tidak,
yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, kolese, dan
universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh
masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan
kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap
dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan
partisipasi dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan
bebas.
Nampak
adanya tekanan rangkap, pertama pada pencapaian perkembangan individual dan
kedua pada peningkatan partisipasi sosial daripada individu. Pendidikan orang
dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh orang
dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan bidang perhatiannya dan kemampuannya.
Akibat
atau hasil daripada belajarnya orang dewasa nampak pada perubahan peri lakunya.
Seseorang yang dihadapan orang lain biasanya duduk tersipu di ujung kursi,
dapat dibantu untuk belajar duduk dengan penuh keyakinan sepenuh kursi.
Perubahan peri laku duduk itu terjadi setelah proses belajar merubah sikap tak percaya
diri dengan menambah pengetahuan atau ketrampilan. Apabila dapat disepakati
bahwa perubahan peri laku terjadi karena adanya perubahan (penambahan)
pengetahuan atau ketrampilan serta adanya pula perubahan sikap, maka jelas
kiranya bahwa pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan
pengetahuan. Betapapun pengetahuannya bertambah, apabila sikapnya masih tak
percaya diri, masih tertutup untuk pembaharuan perilaku.
Sebuah
contoh lain mungkin akan lebih memperjelas hal ini. Peri laku sementara petani
yang bekerja di sawah dengan menggunakan
bajak dan kerbau, menggunakan pupuk alam, menanam bibit biasa dapat
ditambah pengetahuannya tentang alat traktor, tentang pupuk buatan, tentang
bibit unggul. Namun perubahan tingkah laku belum tentu terjadi, kalau petani
tersebut tidak merubah sikapnya yang tertutup dan takut untuk berlaku lain
daripada yang dikenalnya secara turun temurun sejak kakeknya dan kemudian
ayahnya. Sebaliknya benar pula, bahwa kalau petani itu digugah minatnya untuk merubah
sikap yang tradisional dan tertutup, tetapi tidak memperoleh penambahan
pengetahuan tentang pupuk serta bibit dan tidak memperoleh ketrampilan untuk
menjalankan traktor, maka tidak terjadi perubahan peri laku.
Perubahan
peri laku petani tersebut melalui pendidikan adalah perkembangan dirinya
sebagai individu, dan memungkinkan dirinya berpartisipasi dalam kehidupan
sosial untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa, karena produktivitas
yang tinggi, karena pemenuhan kebutuhannya
sendirir yang paling fundamental sehingga dapat berlanjut pada usaha
pemenuhan kebutuhannya yang lebih tinggi yang lebih berkaitan dengan masyarakat
luas, seperti nampak pada Piramida Kebutuhannya Maslow.
Perubahan peri laku manusia dapat digambarkan sebagai
berikut:
Oleh
karena peri laku seseorang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, ketrampilan
yang dimilikinya serta dalam hal tertentu oleh material yang tersedia, maka
proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan peri laku hendaknya digerakkan
melalui usaha perubahan sikap baru, memberinya pengetahuan baru, melatihkan
ketrampilan baru, dan dalam hal tertentu penyediaan material baru (misalnya
traktor atau bibit unggul untuk petani).
Dari
gambaran tersebut menjadi nyata, bahwa orang dewasa sudah mempunyai sikap
tertentu, pengetahuan tertentu dan ketrampilan tertentu. Bukan jarang sikap itu
sudah sangat lama menetap dalam dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya.
Juga pengetahuan yang selama ini
dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah digantikan dengan pengetahuan
baru jika kebetulan tidak sejalan denga yang lama. Tegasnya, orang dewasa bukan
seperti gelas kosong yang dengan mudah dapat didisikan sesuatu. Oleh karena itu
dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu untuk
merubah tingkah lakunya. Orang dewasa belajar kalau ia sendiri ingin belajar,
terdorong oleh rasa tidak puas denag peri lakunya yang sekarang, maka
menginginkan suatu peri laku lain di masa mendatang, lalu mengambil
langkah-langkah untuk mencapai peri laku baru itu.
Dengan lain kata, pendidikan orang
dewasa hanya menjadi efektif dalam arti menghasilkan perubahan peri laku,
apabila isi dan cara pendidikannya sesuai dengan kebutuhan yang
dirasakannya. Akan tetapi, walaupun kebutuhan untuk menambah pengetahuan dan
merubah sikap agar tercapai suatu perubahan peri laku sesungguhnya
dibutuhkan, manusia sering kali tidak selalu merasakan kebutuhan
itu. Diperlukan suatu upaya awal untuk
menumbuhkan rasa membutuhkan itu. Namun ada tingkat-tingkat kebutuhan pada
oarang dewasa yang perlu diperhatikan.
Almarhum Dr.
Abraham Maslow, sarjana, pengarang, dan bekas ketua American Psychological
Association, mengemukakan Piramida Kebutuhan sebagai tingkatan kebutuhan
manusia:
Bertitik tolak
dari Piramida Kebutuhan Maslow itu, dapatlah kita fahami, bahwa kebutuhan
manusia paling dasar harus terpenuhi dahulu, sebelum ia mampu merasakan
kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya.
Apabila
kebutuhan paling dasar, yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan
belum terpenuhi, maka sukar orang diajak merasakan kebutuhan akan harga diri.
Dapat difahami
bahwa pendidikan bagi orang dewasa yang menyangkut masalah harga diri tidak
akan berarti dalam proses belajarnya, apabila sesuap nasi untuk mempertahankan
hidupnya saja belum terpenuhi.
Sebaliknya
pendidikan bagi orang dewasa yang membhas masalah bagaimana memperoleh sekedar
sesuap nasi tidak akan diperhatikan, apabila orang dewasa itu telah mempunyai
cukup untuk isi perutnya, pakaiannya, dan rumah yang mengamankan segala
miliknya serta dirinya, bahkan telah mencapai tingkat pengakuan sebagai anggota
masyarakat yang berguna. Pada tingkatan ini yang dibutuhkannya adlah
pengetahuan lebih luas dan sikap mantap untuk meningkatkan harga dirinya dalam
pergaulan luas.
Dengan
mengetahui kebutuhna kelompok orang dewasa yang menjadi peserta suatu kegiatan
pendidikan, maka dapat denga tepat ditentukan suasana belajar bagaimana mesti
diciptakan, apa isi pelajaran yang hendak disampaikan dan metoda apa saja mau
dipergunakan.
Bagi pendidikan
orang dewasa ada satu hal penting yang harus diperhatikan:
Yang terpenting
adalah:
APA YANG
DIPELAJARI “PELAJAR”
Bukan Apa
Yang Diajarkan “Pengajar”
Dengan kata lain, hasil akhir yang dinilai adalah apa
yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan pendidikan, bukan apa
yang dilakukan pembimbing atau pelatih atau pencermah dalam pertemuan itu.
ORANG DEWASA SEBAGAI PELAJAR
Ada yang megatakan bahwa proses
belajar mengajar manusia berlangsung terus hingga hembusan napasnya yang
terakhir. Akan tetapi sering kali terdengar juga keluhan orang yang makin
bertambah usianya, bahwa ia makin sukar belajar. Ia merasa sukar mengingat apa
yang “diajarkan”, ia merasa cepat letih duudk mendengarkan “pengajaran”, ia
merasa sukar berkonsentrasi untuk mengikuti “pelajaran”.
Pernyataan pertama memang benar.
Sampai mati manusia terus menerus memperoleh pengalaman hidup, dan pengalaman
merupakan proses belajar. Tetapi kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak
diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja.Kemajuan yang
seimbang denagn perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Dan
pernyataan kedua benar pula. Makin bertambah usia, makin sukar pula orang
belajar, karena ada faktor-faktor fisiologik maupun psikologik yang
mempengaruhinya. Kemampuan belajar oran yang makin tua memang berkurang, tetapi
tidak menghilang.
Hambatan
Fisiologik
Menurut Verner dan Davison ada enam
faktor yang secara fisiologik dapat menghambat keikutsertaaan orang dewasa
dalam suatu program pendidikan:
1. Dengan
bertambahnya usia, titik-dekat penglihatan, atau titik terdekat yang
dapat dilihat secara jelas, mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat
jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun
titik-dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Dengan
bertambahnya usia, titik-jauh penglihatan, atau titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas, mulai berkurang, makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam
pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3. Makin
bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam
suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 watt
cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun
seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4. Makin
bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada
spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga
cahaya yang masuk agak tersaring. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya
warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang
kontras untuk alat-alat peraga.
5. Pendengaran, atau kemampuan menerima suara mengurang
dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam
kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya.
Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11
persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51
persen dari orag yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
6. Pembedaan
bunyai, atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan
melanjutkan usia. Dengan demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin
sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakang bagai
menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti
t, g, b, c, dan d.
Psikologik
Dari segi psikologik orang dewasa
dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatiakn hal-hal
tersebut di bawah ini:
1. Belajar
adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka
orang dewasa tidak diajar. Orang dewasa dimotivasikan untuk mencari pengetahuan
yang lebih mutakhir, ketrampilan baru, sikap yang lain.
2. Orang
dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagidirinya dan melihat sesuatu
mempunyai hubungan denagn kebutuhannya.
3. Belajar
bagiorang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan. Sebab belajar
adalah perubahan peri laku, sedang perubahan sering kali berarti meninggalkan
kebiasaan, norma dan cara berpikir lama yang sudah melekat.
4. Belajar
bagi orang dewasa adalah hasil dari mengalami sesuatu. Sedikit sekali hasil
diperoleh apabila orang tua diceramahi, dikhotbahi, diguruhi untuk melakukan
hal tertentu atau bersikap secara tertentu. Ia harus mengalaminya untuk dapat
dan mau terus melakukannya. Orang tak bisa disuruh bertanggung jawab tapa
diberikan tanggung jawab untuk dialaminya.
5. Bagi
orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang
punya cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan
kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orag lain, ia dapat memperbaiki dan
menyempurnakan caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.
6. Sumber
terkaya untuk bahna-bahan belajar terdapat di dalam diri orang dewasa itu
sendiri. Setumpukan pengalamn masa lampau telah tersimpan di dalm dirinya,
perlu digali dan ditata kembali dengan cara yang lebih berarti.
7. Belajar
adalah sutu proses emosional dan intelektual sekaligus. Manusia mempunyai
perasaan dan pikiran. Hasil belajar maksimal dicapai apabila orang dapat
memperluas perasaan maupun pikirannya.
8. Belajar
adalah hasil kerjasama anatara manusia. Dua atau lebih banyak manusia yang
saling memberi dan menerima akan belajar banyak, karena pertukaran pengalaman,
pertukaran pengetahuan, saling mengungkapkan reaksi dan tanggapan mengenai
suatu masalah.
9. Belajar
adalah suatu proses evolusi. Kemampuan orang dewasa untuk mengerti, menerima,
mempercayai, menilai, mendukung, memerlukan suatu proses yang berkembang secara
perlahan. Tidak dapat dipaksakan sekaligus. Perubahan peri laku tidak dapat
terjadi dalam seketika, melainkan terjadi perlahan-perlahan melalui
percobaan-percobaan.
Karena faktor-faktor psikologik itu,
patut diperkirakan bahwa orang dewasa yang hadir dalam suatu pertemuan
pendidikan, tiba dengan harapan-harapan tertentu. Apabila metoda yang
diterapkan oleh pendidik atau pembimbing tidak terlalu berkenan di hatinya,
atau tidak memenuhi harapannya, ia bereaksi.
Ada beberapa macam tingkah laku
orang dewasa yang mengikuti pertemuan pendidikan. Dari buku 17 course on
Leadership Training yang diedit oleh Adult Educatoin Association dikutip
gambaran di bawah ini:
Siapa di antara
kita pernah megamati tingkah laku yang digambarkan berikut ini? Atu—lebih dekat
lagi – siapa merasa sendiri pernah bertingkah laku begitu?
“Ini
sih begitu-begitu juga, tak ada yang baru”
Harapan yang
dikandung adalah mendapatkan hal baru,. Setiba di pertemuan, itu-itu juga yang
terdenagr, maka kebosanan mulai menyelinap.
“Itukan
teorinya. Prakteknya dalam kenyataan bagaimana?”
Tingkah begini
timbul kalau orang mendengar bagaimana seharusnya, dan mengalami yang menjadi
kenyataan lain sama sekali. Atau ia mendengar teori yang muluk, sehingga
meragukan penerapannya dalam praktek.
“
Katakan bagaimana mestinya. Kan anda ahlinya”
Diharapkan akan
didapat resep=resep dan petunjuk lengkap untuk meecahkan masalah. Padahal orang
dewasa mesti mencari pemecahan sendiri.
“Semua
ini tidak ada yang cocok untuk keadaanku”
Di dalam
pendidikan sering kali pembahasan dan diskusi bersifat umum. Dibutuhkan
ketrampilan untuk menghubungkan yang umum dengan kondisi nyata yang dihadapi.
“Hebat sekali. Bermanfaat sekali untuk
kita”
Kadang-kadang
orang terlalu antusia. Apalagi kalau penyajiaannya menarik. Tetapi antusiasme
yang berlebihan suka cepat menyurut.
“Kebiasaan kita kan sudah baik. Mengapa
mesti merubahnya?”
Memang sukar
menerima perubahan. Diperlukan keberanian dan keterbukaan. Dalam situasi
belajar, apalagi kalau pembimbing memakai cara menggurui, sering nampak tingkah
laku tegar begini.
Suasana Belajar
Dengan
adanya faktor-faktor fisiologik dan psikologik yang mempengaruhi efektivitas
belajar orang dewasa, maka perhatian dicurahkan para sarjana pada penciptaan
suasana dalam situasi belajar yang paling dapat diharapkan membawa hasil bagi
proses belajar.
Catatn di bawah
ini besumber pada diktat-diktat dari Institute of Social Order, Manila:
1. KUMPULAN MANUSIA AKTIF
Proses belajar pada orang dewasa terjadi cepat dan melekat
pada ingatannya, apabila pembimbing (atau pelatih, atau pemimpin kelompok entah
apa saja sebutan bagi yang mengajar) kurang mendominasi dan kurang berbicara,
dengan mempercayai bahwa mereka yang belajar mampu menemukan
alternative-alternative dan pemecahan masalah yang memuaskan mereka. Pembimbing
yang baik banyak mendengarkan, dan bertindak sebagai sumber (resourse) bersama
anggota kelompok lainnya. Orang dewasa bukan manusia pasif yang hanya mampu
menerima gagasan seseorang, nilai-nilai dan jawaban orang lain. Manusia pada
dasarnya adalah makhluk yang aktif dan kreatif yang meemrlukan kesempatan untuk
mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya. Orang dewasa belajar lebih banyak
apabila mereka merasa ikut mengambil bagian secara aktif dalam menemukan
jawaban dan pemecahan masalah, dalam mengembangkan gagasan-gagasan serta
mempertimbangkan teori-teori.
2. SUASANA
HORMAT-MENGHORMATI
Orang dewasa
belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati. Ia lebih senang kalau
ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya, daripada pembimbing
menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
3. SUASANA HARGA-MENGHARGAI
Karena belajar bagi orang dewasa bersifat subyektif dan
unik, maka lepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasan, pikiran,
gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah
belajar orang dewasa.
4. SUASANA PERCAYA
Mereka yang
belajar perlu percaya kepada yang mengajar. Namun mereka perlu pula merasa
mendapat kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus
mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan sbelajar
tak akan membawa hasil yang diharapkan.
5. SUASANA PENEMUAN DINI
Daripada didiktekan kepada orang dewasa apa yang menjadi
kebutuhannya, bagaimana ia harus bertindak, dan apa-apa yang tidak boleh
dilakukannya, ia belajar lebih banyak apabila kepadanya diberi kesempatan
menemukan sendiri—dengan bimbingan pembimbing – kebutuhannya, pemecahan
masalahnya, dan kesalahan-kesalahannya. Dalam proses itu orang dewasa dapat
menemukan diri, segala kekuatan dan kelemahannya.
6. SUASANA TAK MENGANCAM
Manusia
mempunyai sistem nilai yang berbeda, mempunayi pendapat dan pendirian yang
berbeda. Banyak akan dipelajari kalau masing-masing dapat mengemukakan isi hati
dan isi pikirannya tanpa rasa takut, walaupun mengetahui ada perbedaan. Ia harus harus mempunyai
perasan, bahwa dalam situasi belajar itu ia boleh berbeda dan boleh berbuat
salah tanpa dirinya terancam (oleh catatan konduite, oleh pemecatan, oleh
serangan, oleh cemoohan).
7. SUASANA KETERBUKAAN
Seluruh anggota kelompok b elajar maupun pembimbingnya
perlu memiliki sikap terbuka. Terbuka
untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan orang lain.
Keterbukaan tidak boleh berakibat orang mendapat ejekan, hinaan, atau
dipermalukan. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali,
dan cakrawala terbentang lebih luas.
8. SUASANA MENGAKUI KEKHASAN PRIBADI
Manusia belajar
secara khas, secara unik. Masing-masing tingkat kecerdasan sendiri, kepercayaan
sendir, perasaan sendiri. Harus diakui bahwa masing-masing adalah pribadi yang
khas, maka tidak harus selalu sama dengan pribadi lain.
9. SUASANA MEMBENARKAN PERBEDAAN
Paling membosankan adalah suasana yang seakan hanya
mengakui satu kebenaran, satu metoda “yang benar”, satu sikap “yang patut”.
Padahal manusia dengan latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan dan
pengalaman masa lampau masing-masing
dapat memberi investasi berharga, justru karena perbedaannya. Proses
belajar sangat ditingkatkan efektivitasnya kalau perbedaan dianggap wajar,
bahkan dianggap bermanfaat, bukan merusak.
10. SUASANA MENGAKUI HAK UNTUK BERBUAT SALAH
Suasana belajar
yang baik adalah bila orang-orang berani dan mau mencoba peri laku baru, sikap
baru dan mau mencoba pengetahuan baru. Sedangkan segala yang baru mengandung
resiko terjadinya kesalahan. Maka kesalahan, kekeliruan adalh bagian yang wajar
dari belajar.
11. SUASANA
MEMBOLEHKAN KERAGUAN
Orang dewasa
yang berkumpul untuk belajar bersama, sering kali menghasilkan beberapa
alternatif, menghasilkan beberapa teori dan bukan jarang dua-tiga di antaranya
nampak sama baik atau sama buruk. Pemaksaan untuk menerima salah satu sebagai
yang paling tepat, paling benar, akan dapat menghambat proses belajar. Keraguan
harus diperkenankan untuk waktu yang cukup, agar tercapai keputusan akhir yang
memuaskan.
12. EVALUASI
BERSAMA DAN EVALUASI DIRI
Pada akhirnya
orang ingin tahu arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Orang ingin
mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Maka evaluasi bersama oleh seluruh
anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan. Dan dalam renungan
itu ia dapat mengevaluasi dirinya, karena pada akhirnya ia diharapkan lebih
mengenal dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja kurang tepat.
Program
pendidikan orang dewasa yang bertujuan utama membantu orang dewasa menjadi
lebih mampu memecahkan maalah, lebih trampil berorganisasi dan bekerja sama,
merubah tingkah lakunya dalam berhubungan manusia lain, lebih luas
pengetahuannya, dikembangkan dengan pertimbangan faktor-faktor terurai di atas.
Banyak pula masih dapat disempurnakan, diperbaiki, diperhalus, disesuaikan p\oleh
para ahli yang berkecimpung dalam pendidikan orang dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar