Jumat, 15 April 2011

ILMU JIWA BELAJAR MASTERY LEARNING


BELAJAR TUNTAS
(Mastery Learning)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Ilmu Jiwa Belajar

Dosen Pembimbing:
Drs. Mu'adz Djamili

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
NGLAWAK-KERTOSONO
Januari, 2009
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam suatu lingkup pendidikan diperlukan suatu proses belajar mengajar yang yang sangat efektif karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar siswa. Dalam hal ini siswa dituntut untuk menguasai 3 aspek dalam belajar yakni psikomotor, afektif, dan kognitif. Di sisi lain siswa juga diharapkan mampu menguasai semua materi pelajaran yang diberikan oleh guru, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seorang guru ikut terlibat di dalam mengantarkan anak didiknya menuju kesuksesan. Di era sekarang ini telah ditrepkan "Mastery Learning" untuk belajar tuntas. Tujuan diadakannya sistem pembelajaran tuntas tersebut diharapkan terciptanya suatu tujuan pendidikan. Oleh sebab itu makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang belajar tuntas "Mastery Learning".
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah, yakni:
1. Apakah pengertian dari belajar tuntas (Mastery learning)?
2. Apakah prinsip dari belajar tuntas itu?
3. Apakah tujuan dari belajar tuntas itu?
4. Apakah dampak psikologis terhadap peserta didik?
3. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat sebuah tujuan pembahasan, yakni:
1. Dapat mengetahui pengertian dari belajar tuntas
2. Dapat mengetahui prinsip-prinsip dari belajar tuntas
3. Dapat mengetahui tujuan dari belajar tuntas
4. Dapat mendeskripsikan dampak psikologis terhadap peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING)
Konsep belajar tuntas atau Mastery Learning berasal dari para behaviorist, walaupun juga diterapkan pada praktek pengajaran yang bertolak dari kosep belajar yang lain. Walaupun tidak menggunakan kata tuntas, sesungguhnya konsep belajar di luar behaviorisme juga diharapkan hal ini, tetapi para behavior ssecara sistematik dan konsekuen merencanakan mempratekkan pengajaran untuk belajar tuntas.
Belajar tuntas adalah suatu upaya belajar dimana siswa dituntut untuk menguasai hampir seluruh bahan ajaran. Karena menguasai 100 % bahan ajar sangat sukar, maka yang dijadikan ukuran biasanya trinital menguasai 80 % tujuan yang harus dicapai.
Tokoh belajar tuntas yang utama adalah Benyamin S, Bloom Fred S. Keller dan James H. Block.
2. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR TUNTAS
Para pengembang konseb belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Menurut konsep di luar belajar tuntas, penyebaran siswa dalam kelas mengikuti kurva normal, yaitu sebagian kecil siswa (sekitar 17%) menguasai sebagian kecil bahan ajaran, sebagiam besar siswa (sekitar 66%) menguasai sebagian besar bahan, dan sebagian kecil lagi siswa (sekitar 17%) menguasai hampir seluruh bahan, menjadi tugas guru untuk merancang pengajarannya sedemikian rupa sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai hampir seluruh bahan ajaran
2. Guru menyusun strategi pengajaran tuntan mulai dengan merumuskan tujuan khusus yang hendak dikuasai oleh siswa. Guru juga menetapakan tingkat penguasaan yang harus dicapai siswa.
3. Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecil yang medukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut. Berdasarkan tingkat penguasaan siswa dalam satuan pelajaran tersebut, maka dapat pindah dari satu satuan pelajaran ke satuan berikutnya.
4. selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik.
5. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan. Acuan norma menggunakan pegangan penguasaan rata-rata kelas, jadi bersifat relatif, sedang acuan patokan berpegang pada sesuatu yang telah ditetapkan, umpamanya menguasai 80% atau 85% dari tujuan belajar.
6. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau cepat belajar bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedang siswa yang lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang diberikan.
Konsep belajar tuntas adalah dapat dilaksanakan dengan beberapa model pengajaran, tetapi yang paling tepat adalah dengan model-model sistem instruksional seperti pengajaran berprogram, pengajaran modul, paket belajar, model satuan pelajaran, pengajaran dengan bantuan komputer dan sejenisnya. Model-model pengajaran tersebut cocok untuk menerapkan konsep belajar tuntas, karena memiliki dasar-dasar pemikiran yang sesuai. Bertolak dari konsep behaviorisme, berpegang pada model pengajaran sebagai sistem atau sistem instruksional. Yang paling penting adalah dapat diselenggarakan secara individual, sehingga hampir seluruh prinsip belajar tuntas yang disebutkan di atas dapat dilaksanakan.
3. TUJUAN BELAJAR TUNTAS
Tujuan proses mengajar- belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid. Ini disebut "mastery learning" agar belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita-cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. KPPN atau komisi pembaharuan pendidikan nasional mengemukakan agar pendidikan kita bersifat semesta, menyeluruh,dan terpadu, semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh seluruh warga negara, menyeluruh maksudnya agar ada mobilitis antara lain antara pendidikan formal dan nonformal, sehingga terbuka pendidikan seumur hidup bagi seluruh warga negara.
Memberi kesempatan belajar saja belum memadai bila jumlah yang tinggal kelas dan putus sekolah makin tinggi, masih perlu dipikirkan jalan agar setiap murid mendapat bimbingan agar berhasil menyelesaikan pelajarannya dengan baik, jadi masalah yang sangat penting kita hadapi adalah bagaimana usaha agar sebagian besar dari murid-murid dapat belajar dengan efektif dan menguasai bahan pelajaran dan keterampilan yang dianggap esensial bagi perkembangannya. Selanjutnya dalam masyarakat yang kian hari kian kompleks. Bila kita ingin agar seseorang mau belajar terus sepamjang hidupnya, maka pelajaran di sekolah harus merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Dan dalam angja-angka yang baik hanya diberikan kepada sejumlah kecil saja dari murid-murid, maka sebagian besar yang mendapat angka rendah dan mengalami frustasi, akan berhenti belajar dan tidak mengembangkan bakat yang dapat disumbangkannya kepada masyarakat. Bila kita dapat membimbing anak-anak sehingga semua, atua hampir semua berhasil, maka ini akan membawa keuntungan besar bagi murid, orang tua maupun negara.
Menurut penelitian, bila semua anak yang bermacam-macam bakatnya itu diberi pengajaran yang sama, maka hasilnya akan berbeda menurut bakat mereka. Ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil belajar, akan tetapi jika diberi metode pengajaran yang lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak serta waktu belajar yang lebih banyak, maka dapat dicapai keberhasilan penuh bagi setiap anak dalam tiap bidang studi. Maka korelasi antara bakat dan tingkat keberhasilan anak dalam pengajaran dapat dilenyapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yakni:
1. Bakat untuk mempelajari sesuatu
Bakat misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar
"John Carroll" mengemukakan pendirian yang radikal. Ia mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang bakat tidak menentukan tingkat penguasaan atau untuk menguasai sesuatu. Jadi setiap orang dapat mempelajari bidang studi apapun sehingga batas yang tinggi asal diberi waktu yang cukup disamping syarat-syarat lain. Ada kemungkinan seorang murid menguasai bahan matematika tertentu dalam waktu satu semester, sedangkan murid lain hanya dapat menguasainya dalam beberapa tahun, namun tingkat penguasaannya sama.
2. Mutu pengajaran
Sejak pestalozzi pengajaran klasikal menjadi populer sebagai pengganti pengajaran individual dari seorang tutor, pengajaran klasikal merupakan keharusan dalam menghadapi jumlah murid yang membanjiri sekolah sebagai akibat demokrasi, industrialisasi, pemerataan pendidikan atau kewajiban belajar. Buku pelajaran yang diterbitkan oleh pemerintah pusat sama bagi semua dan bila diizinkan buku-buku lain maka dasarnya adalah dari pemerintah pusat, yakni kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah walaupun pengajaran klasikal sekarang sangat umum dijalankan ini tidak berarti bahwa perbedaan individual dapat diabaikan. Justru karena pengajaran kita bersifat lebih klasikal harus lebih diperhatikan perbedaan individual, atau dengan perkataan lain dengan adanya pengajaran klasikal guru harus dengan sengaja memaksa dirinya memberi perhatian kapada setiap anak secara individual.
3. Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kalau murid tidak dapat memahami apa yang daktakan guru, atau bila guru tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan. Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi biasanya bergantung pada kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru yang tidak sanggup menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga ia difahami oleh murid, juga tidak dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan pelajaran yang disampiakannya.
4. Ketekunan
Ketekunan belajar ini tampaknya bertalian dengan sikap dan minat terhadap pelajaran. Bila suatu pelajaran karena suatu hal tidak menarik minatnya, maka ia segera mengenyampingkannya bila menemui kesulitan. Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu.
5. Waktu yang tersedia untuk belajar
Bahwa faktor waktu sangat esensial untuk menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya. Dengan mengizinkan waktu secukupnya setiap murid dapat menguasai bahan pelajaran, jika waktunya sama bagi semua murid, maka tingkat penguasaan ditentukan oleh bakat muridnya.
4. DAMPAK PSIKOLOGIS TERHADAP PESERTA DIDIK
Menurut Bloom beberapa implikasi belajar tuntas dapat disebutkan sebagai berikut:
Dengan kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas (mastery learning). Tugag guru adalah mengusahakan setipa kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal, meliputi waktu, metode, media, dan umpan yang baik bagi siswa. Yang dihadapi guru adalah siswa-siswi yang mempunya aneka ragam individual. Karena itu kondisi optimal mereka juga beraneka ragam. Perumusan tujuan instruksional khusus sebagai satuan pelajaran mutlak diperhatikan, agar para siswa mengerti hakikat tujuan proses belajar. Cara yang paling efektif untuk diterapkannya belajar tuntas adalah adanya "tutor" untuk setiap anak yang dapat memberi bantuan menurut kebutuhan anak.
Cara lain adalah dengan menghapus batas-batas kelas seperti dilakukan pada apa yang disebut "Non Graded School", yaitu sekolah tanpa tingkat kelas. Sistem ini memungkinkan anak untuk maju menurut kecepatan masing-masing. Sistem Dalton oleh Miss Helen Parkhurst juga memiliki kebebasan belajar sesuai dengan kecepatan tiap murid secara individual.
Jadi dalam usaha untuk mencapai penguasaan penuh, atau "masteri learning" perlu diselidiki prasyarat bagi penguasaan itu, selanjutnya diusahakan metode penyampaian atau proses mengajar – belajar yang serasi dan akhirnya perlu dinilai hasil usaha, hingga manakah usaha ini dapat dilakukan.
Salah satu prasyarat untuk penguasaan penuh atau tuntas adalah merumuskan secara khusus bahan yang harus dikuasai, prasyarat kedua adalah bahwa tujuan itu harus dituangkan dalam suatu alat evaluasi yang bersifat "sumatif" agar dapat diketahui tingkat keberhasilan murid. Dengan cara mengajar yang biasa guru tidak akan mencapai penguasaan tuntas oleh murid, usaha guru itu harus dibantu dengan kegiatan tambahan yang terutama terdiri atas:
1. "feed back" atau umoan balik ygterperinci kepada guru atau murid
2. Sumber dan metode-metode pengajaran tambahan dimana saja diperlukan
Feed back diberikan malalui test-test formatif. Mula-mula bahan-bahan pelajaran dibagikan satuan pelajaran. Suatu satuanpelajaran misalnya meliputi bahan pelajran satu bab atau bahan yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu. Test formatif itu bersifat diagnotis dan serentak menunjukkan kemajuan dan keberhasilan anak. Selain itu dapat diberikan bantuan tutorial yaitu bantuan pribadi dari seorang guru atau sebaliknya orang lain.
Cara-cara ini adalah:
1. Menyuruh murid membaca kembali dengan cermat halaman-halaman bagian tertentu yang berkenaan dengan kesalahan murid itu.
2. Menyuruh murid untuk membaca bagian tertentu dari buku lain yang berbeda cara penyajiannya.
Dengan diterapkannya "mastery learning" justru mengembangkan minat dan sikap positif terhadap pelajaran dan ilmu yang memberi harapan bahwa anak itu kelak akan terus belajar sepanjang umurnya agar dapat bertahan dalam dunia yang serba cepat umurnya, agar dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah ini dan agar dapat senantiasa mengikuti perkembangan dunia tempat ia hidup.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1. Belajar tuntas (mastery learning) adalah belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran yang dikuasai secara tuntas (suatu upaya belajar dimana siswa dituntut menguasai hampir seluruh bahan ajaran).
2. Prinsip-prinsip dari belajar tuntas yaitu:
1. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian besar bahan yang diajarkan.
2. Guru menyusun strategi pelajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendaknya dikuasai oleh siswa.
3. Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar satuan-satuan bahan ajar yang kecil yang mendukung sekelompok tujuan khusus tersebut.
3. Tujuan proses belajar-mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid, ini disebut "mastery learning" atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh.
4. Belajar tuntas "mastery learning" justru mengembangkan minat dan sikap positif terhadap pelajaran dan ilmu yang memberi harapan bahwa anak itu kelak akan terus belajar sepanjang umurnya agar dapat bertahan dalam dunia yang serba cepat umurnya, agar dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah ini dan agar dapat senantiasa mengikuti perkembangan dunia tempat ia hidup .
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya: Jakarta.

2. Ahmadi, Abu, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia

3. Mansyur. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Ditjen Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam.

4. Http://andeieirfan.multiply.com/journal/item/5/model_mastery_learning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar