Rabu, 14 September 2011

BELAJAR BAGI ORANG DEWASA

BELAJAR BAGI ORANG DEWASA

            Apabila kita berbicara tentang pendidikan orang dewasa,masalahnyaadalah lebih luas daripada sekedar mengajarkan orang buta huruf untuk pandai membaca dan menulis. Batasan yang direkomendasikan oleh UNESCO dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Istilah pendidikan Orang Dewasa berarti keseluruhan proses pendidikan uang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodanya, baik formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, kolese, dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.

            Nampak adanya tekanan rangkap, pertama pada pencapaian perkembangan individual dan kedua pada peningkatan partisipasi sosial daripada individu. Pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh orang dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan bidang perhatiannya dan kemampuannya.

            Akibat atau hasil daripada belajarnya orang dewasa nampak pada perubahan peri lakunya. Seseorang yang dihadapan orang lain biasanya duduk tersipu di ujung kursi, dapat dibantu untuk belajar duduk dengan penuh keyakinan sepenuh kursi. Perubahan peri laku duduk itu terjadi setelah proses belajar merubah sikap tak percaya diri dengan menambah pengetahuan atau ketrampilan. Apabila dapat disepakati bahwa perubahan peri laku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau ketrampilan serta adanya pula perubahan sikap, maka jelas kiranya bahwa pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan. Betapapun pengetahuannya bertambah, apabila sikapnya masih tak percaya diri, masih tertutup untuk pembaharuan perilaku.

            Sebuah contoh lain mungkin akan lebih memperjelas hal ini. Peri laku sementara petani yang bekerja di sawah dengan menggunakan  bajak dan kerbau, menggunakan pupuk alam, menanam bibit biasa dapat ditambah pengetahuannya tentang alat traktor, tentang pupuk buatan, tentang bibit unggul. Namun perubahan tingkah laku belum tentu terjadi, kalau petani tersebut tidak merubah sikapnya yang tertutup dan takut untuk berlaku lain daripada yang dikenalnya secara turun temurun sejak kakeknya dan kemudian ayahnya. Sebaliknya benar pula, bahwa kalau petani itu digugah minatnya untuk merubah sikap yang tradisional dan tertutup, tetapi tidak memperoleh penambahan pengetahuan tentang pupuk serta bibit dan tidak memperoleh ketrampilan untuk menjalankan traktor, maka tidak terjadi perubahan peri laku.

            Perubahan peri laku petani tersebut melalui pendidikan adalah perkembangan dirinya sebagai individu, dan memungkinkan dirinya berpartisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa, karena produktivitas yang tinggi, karena pemenuhan kebutuhannya  sendirir yang paling fundamental sehingga dapat berlanjut pada usaha pemenuhan kebutuhannya yang lebih tinggi yang lebih berkaitan dengan masyarakat luas, seperti nampak pada Piramida Kebutuhannya Maslow.
Perubahan peri laku manusia dapat digambarkan sebagai berikut:
            Oleh karena peri laku seseorang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, ketrampilan yang dimilikinya serta dalam hal tertentu oleh material yang tersedia, maka proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan peri laku hendaknya digerakkan melalui usaha perubahan sikap baru, memberinya pengetahuan baru, melatihkan ketrampilan baru, dan dalam hal tertentu penyediaan material baru (misalnya traktor atau bibit unggul untuk petani).
            Dari gambaran tersebut menjadi nyata, bahwa orang dewasa sudah mempunyai sikap tertentu, pengetahuan tertentu dan ketrampilan tertentu. Bukan jarang sikap itu sudah sangat lama menetap dalam dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Juga pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan denga yang lama. Tegasnya, orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dengan mudah dapat didisikan sesuatu. Oleh karena itu dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu untuk merubah tingkah lakunya. Orang dewasa belajar kalau ia sendiri ingin belajar, terdorong oleh rasa tidak puas denag peri lakunya yang sekarang, maka menginginkan suatu peri laku lain di masa mendatang, lalu mengambil langkah-langkah untuk mencapai peri laku baru itu.

            Dengan lain kata, pendidikan orang dewasa hanya menjadi efektif dalam arti menghasilkan perubahan peri laku, apabila isi dan cara pendidikannya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Akan tetapi, walaupun kebutuhan untuk menambah pengetahuan dan merubah sikap agar tercapai suatu perubahan peri laku sesungguhnya dibutuhkan, manusia sering kali tidak selalu merasakan kebutuhan itu. Diperlukan  suatu upaya awal untuk menumbuhkan rasa membutuhkan itu. Namun ada tingkat-tingkat kebutuhan pada oarang dewasa yang perlu diperhatikan.
Almarhum Dr. Abraham Maslow, sarjana, pengarang, dan bekas ketua American Psychological Association, mengemukakan Piramida Kebutuhan sebagai tingkatan kebutuhan manusia:

Bertitik tolak dari Piramida Kebutuhan Maslow itu, dapatlah kita fahami, bahwa kebutuhan manusia paling dasar harus terpenuhi dahulu, sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya.
Apabila kebutuhan paling dasar, yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan belum terpenuhi, maka sukar orang diajak merasakan kebutuhan akan harga diri.
Dapat difahami bahwa pendidikan bagi orang dewasa yang menyangkut masalah harga diri tidak akan berarti dalam proses belajarnya, apabila sesuap nasi untuk mempertahankan hidupnya saja belum terpenuhi.
Sebaliknya pendidikan bagi orang dewasa yang membhas masalah bagaimana memperoleh sekedar sesuap nasi tidak akan diperhatikan, apabila orang dewasa itu telah mempunyai cukup untuk isi perutnya, pakaiannya, dan rumah yang mengamankan segala miliknya serta dirinya, bahkan telah mencapai tingkat pengakuan sebagai anggota masyarakat yang berguna. Pada tingkatan ini yang dibutuhkannya adlah pengetahuan lebih luas dan sikap mantap untuk meningkatkan harga dirinya dalam pergaulan luas.

Dengan mengetahui kebutuhna kelompok orang dewasa yang menjadi peserta suatu kegiatan pendidikan, maka dapat denga tepat ditentukan suasana belajar bagaimana mesti diciptakan, apa isi pelajaran yang hendak disampaikan dan metoda apa saja mau dipergunakan.
Bagi pendidikan orang dewasa ada satu hal penting yang harus diperhatikan:
Yang terpenting adalah:

APA YANG DIPELAJARI “PELAJAR”
Bukan Apa Yang Diajarkan “Pengajar”

Dengan  kata lain, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan pendidikan, bukan apa yang dilakukan pembimbing atau pelatih atau pencermah dalam pertemuan itu.


ORANG DEWASA SEBAGAI PELAJAR

            Ada yang megatakan bahwa proses belajar mengajar manusia berlangsung terus hingga hembusan napasnya yang terakhir. Akan tetapi sering kali terdengar juga keluhan orang yang makin bertambah usianya, bahwa ia makin sukar belajar. Ia merasa sukar mengingat apa yang “diajarkan”, ia merasa cepat letih duudk mendengarkan “pengajaran”, ia merasa sukar berkonsentrasi untuk mengikuti “pelajaran”.
            Pernyataan pertama memang benar. Sampai mati manusia terus menerus memperoleh pengalaman hidup, dan pengalaman merupakan proses belajar. Tetapi kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja.Kemajuan yang seimbang denagn perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Dan pernyataan kedua benar pula. Makin bertambah usia, makin sukar pula orang belajar, karena ada faktor-faktor fisiologik maupun psikologik yang mempengaruhinya. Kemampuan belajar oran yang makin tua memang berkurang, tetapi tidak menghilang.

Hambatan Fisiologik
            Menurut Verner dan Davison ada enam faktor yang secara fisiologik dapat menghambat keikutsertaaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.   Dengan bertambahnya usia, titik-dekat penglihatan, atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas, mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik-dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2.   Dengan bertambahnya usia, titik-jauh penglihatan, atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas, mulai berkurang, makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3.   Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4.   Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak tersaring. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.
5.   Pendengaran, atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orag yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
6.   Pembedaan bunyai, atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan melanjutkan usia. Dengan demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakang bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.

Psikologik
            Dari segi psikologik orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatiakn hal-hal tersebut di bawah ini:
1.   Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka orang dewasa tidak diajar. Orang dewasa dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir, ketrampilan baru, sikap yang lain.
2.   Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagidirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan denagn kebutuhannya.
3.   Belajar bagiorang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan. Sebab belajar adalah perubahan peri laku, sedang perubahan sering kali berarti meninggalkan kebiasaan, norma dan cara berpikir lama yang sudah melekat.
4.   Belajar bagi orang dewasa adalah hasil dari mengalami sesuatu. Sedikit sekali hasil diperoleh apabila orang tua diceramahi, dikhotbahi, diguruhi untuk melakukan hal tertentu atau bersikap secara tertentu. Ia harus mengalaminya untuk dapat dan mau terus melakukannya. Orang tak bisa disuruh bertanggung jawab tapa diberikan tanggung jawab untuk dialaminya.
5.   Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang punya cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orag lain, ia dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.
6.   Sumber terkaya untuk bahna-bahan belajar terdapat di dalam diri orang dewasa itu sendiri. Setumpukan pengalamn masa lampau telah tersimpan di dalm dirinya, perlu digali dan ditata kembali dengan cara yang lebih berarti.
7.   Belajar adalah sutu proses emosional dan intelektual sekaligus. Manusia mempunyai perasaan dan pikiran. Hasil belajar maksimal dicapai apabila orang dapat memperluas perasaan  maupun pikirannya.
8.   Belajar adalah hasil kerjasama anatara manusia. Dua atau lebih banyak manusia yang saling memberi dan menerima akan belajar banyak, karena pertukaran pengalaman, pertukaran pengetahuan, saling mengungkapkan reaksi dan tanggapan mengenai suatu masalah.
9.   Belajar adalah suatu proses evolusi. Kemampuan orang dewasa untuk mengerti, menerima, mempercayai, menilai, mendukung, memerlukan suatu proses yang berkembang secara perlahan. Tidak dapat dipaksakan sekaligus. Perubahan peri laku tidak dapat terjadi dalam seketika, melainkan terjadi perlahan-perlahan melalui percobaan-percobaan.

            Karena faktor-faktor psikologik itu, patut diperkirakan bahwa orang dewasa yang hadir dalam suatu pertemuan pendidikan, tiba dengan harapan-harapan tertentu. Apabila metoda yang diterapkan oleh pendidik atau pembimbing tidak terlalu berkenan di hatinya, atau tidak memenuhi harapannya, ia bereaksi.
            Ada beberapa macam tingkah laku orang dewasa yang mengikuti pertemuan pendidikan. Dari buku 17 course on Leadership Training yang diedit oleh Adult Educatoin Association dikutip gambaran di bawah ini:

Siapa di antara kita pernah megamati tingkah laku yang digambarkan berikut ini? Atu—lebih dekat lagi – siapa merasa sendiri pernah bertingkah laku begitu?

                                                “Ini sih begitu-begitu juga, tak ada yang baru”

Harapan yang dikandung adalah mendapatkan hal baru,. Setiba di pertemuan, itu-itu juga yang terdenagr, maka kebosanan mulai menyelinap.
                                                “Itukan teorinya. Prakteknya dalam kenyataan bagaimana?”

Tingkah begini timbul kalau orang mendengar bagaimana seharusnya, dan mengalami yang menjadi kenyataan lain sama sekali. Atau ia mendengar teori yang muluk, sehingga meragukan penerapannya dalam praktek.

                                                “ Katakan bagaimana mestinya. Kan anda ahlinya”

Diharapkan akan didapat resep=resep dan petunjuk lengkap untuk meecahkan masalah. Padahal orang dewasa mesti mencari pemecahan sendiri.

                                                “Semua ini tidak ada yang cocok untuk keadaanku”

Di dalam pendidikan sering kali pembahasan dan diskusi bersifat umum. Dibutuhkan ketrampilan untuk menghubungkan yang umum dengan kondisi nyata yang dihadapi.

                                                “Hebat sekali. Bermanfaat sekali untuk kita”

Kadang-kadang orang terlalu antusia. Apalagi kalau penyajiaannya menarik. Tetapi antusiasme yang berlebihan suka cepat menyurut.

                                                “Kebiasaan kita kan sudah baik. Mengapa mesti merubahnya?”

Memang sukar menerima perubahan. Diperlukan keberanian dan keterbukaan. Dalam situasi belajar, apalagi kalau pembimbing memakai cara menggurui, sering nampak tingkah laku tegar begini.

Suasana Belajar

            Dengan adanya faktor-faktor fisiologik dan psikologik yang mempengaruhi efektivitas belajar orang dewasa, maka perhatian dicurahkan para sarjana pada penciptaan suasana dalam situasi belajar yang paling dapat diharapkan membawa hasil bagi proses belajar.
Catatn di bawah ini besumber pada diktat-diktat dari Institute of Social Order, Manila:

1.   KUMPULAN MANUSIA AKTIF
Proses belajar pada orang dewasa terjadi cepat dan melekat pada ingatannya, apabila pembimbing (atau pelatih, atau pemimpin kelompok entah apa saja sebutan bagi yang mengajar) kurang mendominasi dan kurang berbicara, dengan mempercayai bahwa mereka yang belajar mampu menemukan alternative-alternative dan pemecahan masalah yang memuaskan mereka. Pembimbing yang baik banyak mendengarkan, dan bertindak sebagai sumber (resourse) bersama anggota kelompok lainnya. Orang dewasa bukan manusia pasif yang hanya mampu menerima gagasan seseorang, nilai-nilai dan jawaban orang lain. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang aktif dan kreatif yang meemrlukan kesempatan untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya. Orang dewasa belajar lebih banyak apabila mereka merasa ikut mengambil bagian secara aktif dalam menemukan jawaban dan pemecahan masalah, dalam mengembangkan gagasan-gagasan serta mempertimbangkan teori-teori.

2.   SUASANA HORMAT-MENGHORMATI
Orang dewasa belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati. Ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya, daripada pembimbing menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.

3.   SUASANA HARGA-MENGHARGAI
Karena belajar bagi orang dewasa bersifat subyektif dan unik, maka lepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa.

4.   SUASANA PERCAYA
Mereka yang belajar perlu percaya kepada yang mengajar. Namun mereka perlu pula merasa mendapat kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan sbelajar tak akan membawa hasil yang diharapkan.

5.   SUASANA PENEMUAN DINI
Daripada didiktekan kepada orang dewasa apa yang menjadi kebutuhannya, bagaimana ia harus bertindak, dan apa-apa yang tidak boleh dilakukannya, ia belajar lebih banyak apabila kepadanya diberi kesempatan menemukan sendiri—dengan bimbingan pembimbing – kebutuhannya, pemecahan masalahnya, dan kesalahan-kesalahannya. Dalam proses itu orang dewasa dapat menemukan diri, segala kekuatan dan kelemahannya.

6.   SUASANA TAK MENGANCAM
Manusia mempunyai sistem nilai yang berbeda, mempunayi pendapat dan pendirian yang berbeda. Banyak akan dipelajari kalau masing-masing dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut, walaupun mengetahui  ada perbedaan. Ia harus harus mempunyai perasan, bahwa dalam situasi belajar itu ia boleh berbeda dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam (oleh catatan konduite, oleh pemecatan, oleh serangan, oleh cemoohan).

7.   SUASANA KETERBUKAAN
Seluruh anggota kelompok b elajar maupun pembimbingnya perlu memiliki sikap terbuka. Terbuka untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Keterbukaan tidak boleh berakibat orang mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali, dan cakrawala terbentang lebih luas.

8.   SUASANA MENGAKUI KEKHASAN PRIBADI
Manusia belajar secara khas, secara unik. Masing-masing tingkat kecerdasan sendiri, kepercayaan sendir, perasaan sendiri. Harus diakui bahwa masing-masing adalah pribadi yang khas, maka tidak harus selalu sama dengan pribadi lain.

9. SUASANA MEMBENARKAN PERBEDAAN
Paling membosankan adalah suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran, satu metoda “yang benar”, satu sikap “yang patut”. Padahal manusia dengan latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan dan pengalaman masa lampau masing-masing  dapat memberi investasi berharga, justru karena perbedaannya. Proses belajar sangat ditingkatkan efektivitasnya kalau perbedaan dianggap wajar, bahkan dianggap bermanfaat, bukan merusak.

10.    SUASANA MENGAKUI HAK UNTUK BERBUAT SALAH
Suasana belajar yang baik adalah bila orang-orang berani dan mau mencoba peri laku baru, sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru. Sedangkan segala yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan. Maka kesalahan, kekeliruan adalh bagian yang wajar dari belajar.

11. SUASANA MEMBOLEHKAN KERAGUAN
Orang dewasa yang berkumpul untuk belajar bersama, sering kali menghasilkan beberapa alternatif, menghasilkan beberapa teori dan bukan jarang dua-tiga di antaranya nampak sama baik atau sama buruk. Pemaksaan untuk menerima salah satu sebagai yang paling tepat, paling benar, akan dapat menghambat proses belajar. Keraguan harus diperkenankan untuk waktu yang cukup, agar tercapai keputusan akhir yang memuaskan.

12. EVALUASI BERSAMA DAN EVALUASI DIRI
Pada akhirnya orang ingin tahu arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Orang ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Maka evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan. Dan dalam renungan itu ia dapat mengevaluasi dirinya, karena pada akhirnya ia diharapkan lebih mengenal dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja kurang tepat.

Program pendidikan orang dewasa yang bertujuan utama membantu orang dewasa menjadi lebih mampu memecahkan maalah, lebih trampil berorganisasi dan bekerja sama, merubah tingkah lakunya dalam berhubungan manusia lain, lebih luas pengetahuannya, dikembangkan dengan pertimbangan faktor-faktor terurai di atas. Banyak pula masih dapat disempurnakan, diperbaiki, diperhalus, disesuaikan p\oleh para ahli yang berkecimpung dalam pendidikan orang dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar