SKB 3 MENTERI 1975
( Lahirnya, Implikasi
dan Efektifitasnya )
MAKALAH
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata kuliah
“ Kapita Selekta PAI “
Dosen Pembimbing:
A. Yusuf Al-Qodir,
M.Pd.I.
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
( S T A I M )
FAKULTAS TARBIYAH PRODI S-1 PAI
Nglawak – Kertosono – Nganjuk
Oktober 2011
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa sejak awal diterapkannya sistem
madrasah di Indonesia
pada sekitar awal abad ke-20, madrasah telah menampilkan identitasnya sebagai
lembaga pendidikan Islam. Identitas itu tetap dipertahankan meskipun harus
menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang tidak kecil, terutama pada masa
penjajahan.
Pada masa penjajahan Belanda, perkembangan madrasah muncul dari
semangat reformasi yang dilakukan oleh masyarakat Muslim. Ada
dua faktor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah di Indonesia;
pertama, adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam
tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat.
Kedua, adanya kekhawatiran atas kecepatan perkembangan persekolahan Belanda
yang akan menimbulkan pemikiran sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan
perkembangan sekulerisme, para reformis (khususnya dari kalangan Muhammadiyah)
kemudian memasukkan pendidikan Islam dalam persekolahan melalui pembangunan
madrasah
Pada masa itu, banyak sekali peraturan-peraturan yang diterapkan oleh
pemerintah kolonial Belanda, yang pada intinya tidak lain adalah untuk
mengontrol atau mengawasi madrasah. Karena pemerintah takut dari lembaga
pendidikan tersebut akan muncul gerakan atau ideologi perlawanan yang akan
mengancam kelestarian penjajahan mereka di bumi Indonesia ini, dan Dampak dari
ketakutan yang berlebihan itu mencapai puncaknya ketika banyak madrasah yang ditutup
karena dianggap melanggar ketentuan yang digariskan oleh pemerintah kolonial
Belanda.
Ketika Indonesia
diproklamasikan sebagai negara merdeka tahun 1945, madrasah kembali bermunculan
dengan tetap menyandang identitas sebagai lembaga pendidikan Islam. Tentunya
tidak lepas dari perhatian para pejabat pada saat itu.
Pemerintah RI tidak kalah perhatiannya terhadap
madrasah atau pendidikan Islam umumnya, terbukti juga dengan dibentuknya
Departemen Agama (Depag) pada 3 Januari tahun 1946. Dan salah satu kebijakan
Departemen Agama terhadap madrasah yang cukup mendasar adalah dibuatnya Surat
Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang “Peningkatan Mutu pendidikan
pada Madrasah” pada tahun 1975.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan membahas tentang SKB 3 Menteri
dengan batasan masalah meliputi lahirnya, implikasi dan efektifitas dari SKB 3
Menteri ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana lahirnya SKB 3 Menteri?
2.
Bagaimana Implikasi dari SKB 3 Menteri?
3.
Bagaimana Efektifitas dari SKB 3 Menteri?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memahami lahirnya SKB 3 menteri
2.
Untuk memahami Implikasi dari SKB 3 Menteri
3.
Untuk memahami Efektifitas dari SKB 3 Menteri
BAB II
PEMBAHASAN
1. Lahirnya SKB 3 Menteri 1975
Pada tanggal 18 April tahun 1972,
Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972 tentang “ Tanggung-Jawab Fungsional Pendidikan dan
Latihan.” Isi keputusan ini pada intinya menyangkut tiga hal
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
- Menteri tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja bukan pegawai negeri.
- Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.
Dua tahun berikutnya, Keppres itu dipertegas dengan
Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang mengatur realisasinya. Bagi
Departemen Agama yang mengelola pendidikan Islam, termasuk madrasah, keputusan
ini menimbulkan masalah. Padahal dalam Tap MPRS No. 27 tahun 1966 dinyatakan
bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan Nasional.
Selain itu, dalam Tap MPRS No. 2 tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah
lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Berdasarkan
ketentuan ini, maka Departemen Agama sebagai penyelenggara pendidikan madrasah
tidak saja yang bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga yang bersifat
kejuruan.
Dengan Keppres No. 34 tahun 1972 dan
Inpres No. 15 tahun 1974 itu, penyelenggaran umum dan kejuruan menjadi
sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan
pendidikan madrasah yang telah menggunakan kurikulum nasional kepada kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Menarik untuk dicermati, bahwa
kebijakan Keppres 34/1972 yang kemudian diperkuat dengan Inpres 15/1974
menggambarkan ketegangan yang cukup keras dalam hubungan madrasah dengan
pendidikan nasional. Keppes dan Inpres ini juga dipandang oleh sebagian umat
Islam adalah sebagai suatu manuver untuk mengabaikan peran dan manfaat
madrasah, padahal madrasah merupakan wadah utama pendidikan dan pembinaan umat
Islam, sekaligus sebagai lembaga formal umat Islam yang lebih diperhatikan
pemerintah terutama bagi masyarakat pedesaan yang jauh dari pusat pemerintahan,
yang sejak zaman penjajahan diselenggarakan oleh umat Islam.
Ketegangan ini wajar saja muncul dan
dirasakan oleh umat Islam. Betapa tidak, pertama, sejak diberlakunya UU No. 4
tahun 1950 dan UU No. 12 tahun 1954, masalah madrasah dan pesantren tidak
dimasukkan dan bahkan tidak disinggung sama sekali, yang ada hanya masalah
pendidikan agama di sekolah (umum). Dampaknya madrasah dan pesantren dianggap
berada di luar sistem. Kedua, umat Islam pun “curiga” bahwa mulai muncul sikap
diskriminatif pemerintah terhadap madrasah dan pesantren. Dan kecurigaan itu
pun diperkuat dengan dikeluarkannya Keppres 34/1972 yang kemudian diperkuat
dengan Inpres 15/1974 yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan madrasah
dari pendidikan nasional.
Munculnya reaksi dari umat Islam ini
disadari oleh pemerintah Orde Baru, kemudian pemerintah mengambil kebijakan
yang lebih operasional dalam kaitan dengan madrasah, yaitu melakukan pembinaan
mutu pendidikan madrasah.
Sejalan dengan upaya meningkatkan
mutu pendidikan madrasah inilah, maka pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan
kebijakan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani
oleh Menteri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn.
Amir Machmud). SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi
memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian
akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan
nasional yang integratif. Sejumlah diktum dari SKB 3 Menteri ini memang
memperkuat posisi madrasah.
2. Implikasi SKB 3 Menteri 1975
Implikasi SKB 3 Menteri 1975 ini antara lain adalah:
a.
Aspek Lembaga
Madrasah yang dianggap sebagai
lembaga pendidikan tradisional, telah berubah dan membuka peluang bagi
kemungkinan siswa-siswa madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern.
Lebih dari itu madrasah juga telah mendapat pengakuan yang lebih mantap bahwa
madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya
dilimpahkan pada Departemen Agama. Dan secara tidak langsung hal ini memperkuat
dan memperkokoh posisi Departemen Agama dalam struktur pemerintahan, karena telah
ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.
b.
Aspek Kurikulum
Karena diakui sejajar dengan sekolah
umum, maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah, berisi mata
pelajaran dengan perbandingan 70% mata pelajaran umum dan 30% pelajaran agama.
Efeknya adalah bertambahnya beban yang harus dipikul oleh madrasah. Di satu
pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar yang
berlaku di sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga madrasah harus menjaga
agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
c.
Aspek Siswa
Dalam SKB 3 Menteri ditetapkan bahwa:
1.
Ijazah siswa madrasah mempunyai nilai sama dengan
ijazah sekolah umum yang setingkat.
2.
Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat.
3.
Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang
lebih atas.
d.
Aspek Masyarakat
SKB 3 Menteri telah mengakhiri reaksi
keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensi
kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat
pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena madrasah adalah
wujud riel dari partisipasi masyarakat (communnity participation) yang peduli
pada nasib pendidikan bagi anak bangsanya. Hal ini terbukti jelas dengan
prosentase madrasah yang berstatus swasta jauh lebih banyak (91%) dibandingkan
dengan yang berstatus negeri (9%)
Trend pengelolaan pendidikan yang
semakin menitikberatkan pada peningkatan partisipasi masyarakat yang
seluas-luasnya akan menuntut para pengelola madrasah agar mampu terlepas dari
berbagai ketergantungan. Dengan kembali pada khiththah madrasah sebagai lembaga
pendidikan berbasis masyarakat (community based education), maka madrasah hanya
tinggal maju satu tahap ke depan yakni memberdayakan partisipasi masyarakat
agar lebih efektif dan efisien.
Untuk menunjang suksesnya pendidikan
berbasis masyarakat, maka peranan masyarakat sangat besar sekali. Masyarakat
sebagai obyek pendidikan sekaligus juga akan menjadi subyek pendidikan. Sebagai
obyek pendidikan, masyarakat merupakan sasaran garapan dari dunia pendidikan
dan sebagai subyek pendidikan, masyarakat berhak mendesain model pendidikan
sesuai dengan potensi dan harapan yang diinginkan oleh masyarakat setempat.
Lebih dari itu sebagai subyek pendidikan, masyarakat juga bertanggungjawab
terhadap prospek, termasuk dana pendidikan.
Ada
beberapa bentuk peran serta masyarakat dalam menunjang keberhasilan otonomi
dalam bidang pendidikan, antara lain:
- Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
- Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan.
- Pengadaan dan pemberian tenaga ahli (guru tamu, peneliti, dan sebagainya).
- Pengadaan / penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan oleh sekolah.
- Pengadaan bantuan dana; wakaf, hibah, pinjaman, beasiswa dan sebagainya.
- Pengadaan dan pemberian bantuan ruang, gedung, tanah dan sebagainya.
- Pemberian bantuan buku-buku pelajaran.
- Pemberian kesempatan untuk magang / latihan kerja.
- Pemberian bantuan managemen pendidikan.
- Bantuan pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pendidikan.
3. Efektifitas SKB 3 Menteri 1975
- Keputusan Bersamaa Tiga Menteri tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat, sehingga:
a.
Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan
ijazah sekolah umum yang setingkat.
b.
Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum
setingkat lebih atas.
c.
Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat.
- Peningkatan mutu pendidikan pada madrasah agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai meliputi bidang – bidang :
a.
Kurikulum
b.
Buku – buku pelajaran, alat – alat pendidikan lainnya
dan sarana – sarana pendidikan lainnya.
c.
Pengajar.
- Pembinaan fungsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB Tiga Menteri tersebut dilakukan pembagian tugas pembinaan sebagai berikut:
a.
Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
b.
Pembinaan pelajaran agama dilakukan oleh Menteri Agama.
c.
Pembinaan dan pengawasan mutu pelajaran umum dilakukan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama – sama Menteri Agama dan Menteri
dalam Negeri.
Adapun bantuan pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pada madrasah
meliputi sebagi berikut:
a.
Dalam bidang pengajaran umum dengan mengadakan buku –
buku mata pelajaran pokok dan alat pendidikan lainnya.
b.
Dalam bidang sarana fisik dengan melakukan penataran
dan bantuan pengajaran.
c.
Dalam bidang sarana fisik dengan pembangunan gedung
sekolah. Sedangkan pelaksanaan bantuan tersebut di atas diatur bersama – sama
oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam
Negeri.
d.
Badan anggaran dalam pelaksanaan ketentuan – ketentuan
dalam SKB Tiga Menteri tersebut di atas, dibebankan kepada anggaran Departemen
Agama, sedangkan yang berupa bantuan dibebankan kepada anggaran Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Dalam Negeri.
e.
Dalam pelaksanaan SKB Tiga Menteri ini, Departemen
Agama sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang – bidang yang harus
dilaksanakan telah mengusahakan hal – hal sebagai berikut:
1)
Melakukan pembakuan kurikulum madrasah untuk semua
tingkat yang realisasinya dituangkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun
1976 untuk Ibtidaiyah; No. 74 Tahun 1976 untuk Tsanawiyah; dan No. 75 Tahun
1976 untuk tingkat Aliyah. Pelaksanaan kurikulum ini dilaksanakan secara
bertahap sejak tahun ajaran 1976 dan dalam tahun 1979 semua jenjang madrasah
harus telah dapat melaksanakan kurikulum baru tersebut.
2)
Memberikan legalitas yuridis untuk mempersamakan
tingkat / derajat madrasah dengan sekolah umum dan mempersembahkan ijazah
madrasah swasta dengan madrasah negeri. Masing – masing dituangkan dengan
keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1976 dan No. 5 Tahun 1977. kemudian di
dalam pelaksanaan teknis persamaan ijazah madrasah swasta dengan madrasah
negeri telah diatur oleh Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No. Kep/D/69/77, yang mengatur tentang status madrasah terdaftar dan status
madrasah dipersamakan dengan persyaratan – persyaratannya.
3)
Dalam rangka efektifitas pendidikan di madrasah itu
pula maka telah dilakukan restrukturisasi madrasah dengan Keputusan Menteri
Agama No. 15 Tahun 1976 ( untuk Madrasah Ibtidaiyah ), No. 16 Tahun 1976 (
untuk MTsN ), dan No. 17 Tahun 1976 ( untuk MAN ).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan lah sebuah
kebijakan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani
oleh Menteri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen.
TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir
Machmud).
2.
Dalam Implikasi SKB 3 Menteri ada beberapa aspek yaitu
meliputi aspek lembaga, kurikulum, siswa dan aspek masyarakat.
3.
Efektifitas SKB 3 Menteri adalah bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum dari
madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum di
sekolah umum yang setingkat, kemudian meningkatan mutu pendidikan pada madrasah
agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai dan pembinaan fungsional dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB Tiga Menteri.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Abdul, Madrasah
Dalam Politik Pendidikan Di Indonesia, Jakarta: Wacana
Ilmu, 2005.
Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2003.
Tobroni, Andi, Relevansi SKB 3 Menteri, Ciputat: IMI, 2004.
makasih atas wawasannyamudah mudahan bermanfaat
BalasHapusmakasih atas wawasannya mugi bermanfaat
BalasHapusSangat bermanfaat , terima kasihh
BalasHapus